Difference between revisions of "ANALISIS PERHITUNGAN RBI UNTUK PRODUCTION SEPARATOR KLA DAN ANALISIS ASSESSMENT UNTUK PRODUCTION SEPARATOR MRA"
Nico Ivander (talk | contribs) |
Nico Ivander (talk | contribs) |
||
Line 84: | Line 84: | ||
PoF disini merupakan sebuah fungsi waktu, dimana Pf (t ) adalah hasi perkalian ''Generic Failure Frequency'' (gff), ''damage factor'' (D f (t )), dan ''management system factor'' (FMS). | PoF disini merupakan sebuah fungsi waktu, dimana Pf (t ) adalah hasi perkalian ''Generic Failure Frequency'' (gff), ''damage factor'' (D f (t )), dan ''management system factor'' (FMS). | ||
''Generic Failure Frequency'' (GFF) adalah frekuensi kegagalan sebelum terjadinya spesifik kerusakan yang terjadi, dan dikategorikan berdasarkan ''static equipment''-nya dan besarnya ukuran lubang. Empat ukuran lubang digunakan untuk memodelkan scenario yang berpotensi terjadi. | ''Generic Failure Frequency'' (GFF) adalah frekuensi kegagalan sebelum terjadinya spesifik kerusakan yang terjadi, dan dikategorikan berdasarkan ''static equipment''-nya dan besarnya ukuran lubang. Empat ukuran lubang digunakan untuk memodelkan scenario yang berpotensi terjadi. | ||
+ | |||
+ | |||
+ | <div class="center" style="width: auto; margin-left: auto; margin-right: auto;">Tabel 3.1. Generic Failure Frequency.png</div> | ||
+ | |||
+ | <div class="center" style="width: auto; margin-left: auto; margin-right: auto;">[[File:Tabel_3.1._Generic_Failure_Frequency.png ]]</div> |
Revision as of 14:17, 14 October 2019
BAB I PENDAHULUAN
Contents
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang terus melakukan pembangunan di berbagai macam bidang. Pembangunan tersebut membutuhkan ketersediaan energi yang mecukupi sebagai penunjang utama. Sebagian besar sumber energi Indonesia masih didominasi bahan bakar fosil, salah satu diantaranya adalah minyak dan gas bumi. Berbagai aktivitas sosial dan kebutuhan mulai dari penyediaan energi listrik, bahan bakar, pembuatan jalan, dan material bangunan memerlukan ketersediaan energi tersebut. Begitu pula terhadap kebutuhan sehari-hari seperti makanan, obat-obatan, dan transportasi. Industri hulu minyak dan gas bumi memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang ketersediaan energi untuk kesejahteraan Indonesia.
Operasi industri hulu minyak dan gas bumi membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, karena kegiatan ini menggunakan teknologi mutakhir, memiliki resiko yang tinggi, melibatkan berbagai disiplin ilmu yang saling mendukung dan tidak dapat terpisahkan dalam proses eksplorasi hingga produksi minyak bumi dan gas. Ilmu bidang Teknik menjadi salah satu hal yang berhubungan erat dengan pengeksplorasian minyak dan gas. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java merupakan anak perusahaan dari PT. Pertamina (Persero) yang bergerak dalam eksplorasi produksi hulu minyak dan gas bumi, sehingga dijadikan salah satu objek vital nasional. Aktivitas eksplorasi produksi hulu minyak dan gas tersebut tentunya memiliki keterkaitan yang erat dengan keteknikan di Indonesia.
Salah satu unit yang mendukung aktivitas produksi minyak dan gas di PHE ONWJ adalah unit Production Separator. Sesuai artinya, unit ini berfungsi sebagai pemisah pertama produksi minyak dan gas dari laut, dimana masih adanya percampuran kasar antara minyak, gas, dan air. Nantinya komponen yang sudah terpisah tersebut dialirkan ke unit lain berdasarkan komponen yang sudah dipisahkan . Maka dari itu, unit penting tersebut harus memiliki sistem manajemen integritas yang baik agar unit dapat beroperasi secara aman dan handal guna menjaga keberlangsungan produksi minyak dan gas.
Atas dasar tersebutlah kerja praktek ini dilakukan dengan harapan mahasiswa mempelajari Production Separator serta sistem manajemen integritas dari unit tersebut. Dalam melakukan kerja praktek ini diharapkan dapat terjadi interaksi yang saling menguntungkan antara mahasiswa dengan pihak PHE ONWJ. Selain itu adanya kerja praktek juga diharapkan mampu meningkatkan sense of engineering mahasiswa sehingga mampu menyelesaikan masalah dan memiliki kepekaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu keteknikan di lapangan.
BAB II PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Deskripsi PHE ONWJ
Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java merupakan perusahaan minyak dan gas bumi yang berada di bawah naungan PT Pertamina Hulu Energi. PHE ONWJ bergerak di sektor hulu eksplorasi minyak dan gas lepas pantai. Wilayah PHE ONWJ berada di sekitar kepulauan seribu sampai dengan cirebon utara dengan luas area sebesar 8.279 km2. Sejarah eksplorasi di blok ONWJ berawal pada tahun 1966, dimana Pertamina dan HAPCO menandatangani kerjasama produksi untuk konsesi area ONWJ. Kemudian di tahun 1971, area ONWJ dioperasikan oleh perusahaan Atlantic Richfield Indonesia, inc (Arii) dengan melakukan produksi minyak mentah (crude oil) dan di tahun 1976 mulai dilakukan operasi gas alam. Kemudian pada tahun 2000, perusahaan Arii diakuisisi oleh British Petroleum sampai tahun 2009. Pada tahun 2009, BP West Java Ltd. menjual kepemilikan blok ONWJ ini kepada Pertamina Hulu Energi, sehingga Pertamina Hulu Energi ONWJ resmi berganti nama pada tahun 2009. Sejak PHE mengakuisisi blok ONWJ dari BP, produksi minyak dan gas terus mengalami peningkatan. Produksi minyak harian sebelum akuisisi rata-rata sebesar 23.000 BOPD, sementara setelah akuisisi produksi harian meningkat hingga 32.000 BOPD.
2.2 Wilayah Operasi PHE ONWJ
Wilayah operasi PHE ONWJ terbagi mejadi dua yaitu east area dan west area. East Area terdiri dari Arco Arjuna, Central Plant, Bravo, Echo, Uniform, dan Foxtrot. Sedangkan pada west area terdiri dari Zulu, Papa, Mike-Mike, KLA, dan Lima. PHE ONWJ memiliki Onshore Receiving Facility (ORF) di Muara Karang, Tanjung Priok, dan Cilamaya serta Onshore Processing Facility (OPF) di Balongan. Pada anjungan lepas pantai di blok ONWJ terdapat lebih dari 150 platform NUI (Normally Unmanned Installation), 700 sumur aktif, 170 platform air dangkal, 40 pengolahan dan fasilitas pelayanan beruupa pipeline bawah laut dengan panjang sekitar 1600 km. Hasil eksplorasi minyak dan gas blok ONWJ ini akan dialirkan untuk kebutuhan industri-industri seperti PT Pupuk Kujang, dan pembangkit PT. PLN (Persero). Hasil produksi minyak dari seluruh area dan produksi gas dari east area serta Lima area akan dialirkan ke central plant, dimana produksi produksi gas akan dilakukan proses pengeringan dan produksi minyak akan dikirimkan ke Floating Strorage Oil (FSO) Arco Ardjuna. Gas yang telah melalui proses pengeringan di Central Plant akan dikirimkan ke Onshore Receiving Facility Cilamaya. Sedangkan produksi gas dari west area (Papa, Mike-Mike, KLA) dan platform LLD akan dikirim ke ORF Muara Karang selanjutnya dikirim ke ORF Tanjung Priok.
BAB III DASAR TEORI
3.1 Surface Facility Integrity Management System (SFIMS)
Integrity Management System menjamin bahwa setiap peralatan yang ada di PHE ONWJ memiliki kondisi yang sesuai dengan pengoperasian. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya loss containment sehingga tercapai pengoperasian peralatan yang aman dan tetap handal. SFIMS sebagai salah satu bagian dari sistem Facility Integrity, mengelola peralatan statis bertekanan yang ada di setiap platform PHE ONWJ (Piping, Pressure Vessel, Heat Exchanger) Objektif dari SFIMS : • Menjadikan Inspection, Maintenance, Repair (IMR) Strategy sebagai fondasi dalam Integrity Management • Memastikan fasilitas produksi PHE ONWJ memiliki lisensi untuk beroperasi berdasarkan peraturan yang ada di Indonesia • Sebagai salah satu bagian yang diperlukan untuk melengkapi kebutuhan perusahaan dalam meningkatkan efisiensi produksi • Memberikan area kerja yang lebih aman dengan mengurangi anomaly pada peralatan produksi serta menjaga kehandalan peralatan produksi
3.1.1. Target SFIMS
SFIMS berfokus pada mechanical-state equipment berupa : • Sistem proses Piping • Pressure Vessel • Heat Exchanger Untuk kedepannya, mechanical-state equipment akan diperluas ke unit lain : • Strorage Tank • Flare Stack Alasan implementasi SFIMS dimaksudkan untuk menunjukan kepatuhan terhadap yurisdiksi yang ada di Indonesia mengenai oil and gas, mencegah hilangnya integritas, dan mengoptimalkan availability alat. Secara khusus, SFIMS menyediakan informasi asset dan project pada industry oil and gas beserta pemeriksaan, inspeksi, analisis, dan keahlian teknis yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban didalam kebijakan
3.2 Integrity Management Strategy
Integrity Management Strategy telah dikembangkan mengikuti Integrity Management Cycle (IM Cycle) untuk menunjukkan cara mengelola integrity surface facility. Hal ini diterapkan untuk mencegah kebocoran hidrokarbon pada peralatan static di topside serta mempertahankan keberlangsungan produksi. Strategi ini terdiri dari prinsip-prinsip berikut yang mengikuti praktik industri yang diakui dan diterima secara umum. 1. Pendekatan Risk Based Inspection (RBI) untuk menetapkan tingkat risiko, peringkat peralatan, dan ruang lingkup kerja untuk inspeksi dan pemantauan korosi. 2. Pemantauan Korosi dan Injeksi Kimia untuk mengidentifikasi kegiatan utama untuk pemantauan dan tindakan perbaikan sehingga dapat mengurangi efek korosi di seluruh aset. 3. Manajemen Anomali yang meliputi penilaian, kriteria penerimaan, pelaporan, rekomendasi, dan pelacakan. 4. Manajemen berbasis data menggunakan sistem terkomputerisasi untuk penyimpanan hasil inspeksi, penilaian, rekomendasi, dan pelacakan anomali. 5. Tinjauan tahunan strategi.
3.2.1. Program Plan & Schedule
Program plan & schedule adalah langkah awal dalam IM cycle yang mengacu pada RBI untuk diterapkan ke dalam IM cycle. Implementasi strategi dalam Program Plan mencakup daftar aset, penilaian RBI, identifikasi peringkat risiko, dan ruang lingkup inspeksi. Proses penilaian RBI akan dilakukan oleh contract service di bawah pengawasan pemegang kontrak di tim surface facility. Seluruh engineer Surface facility integrity turut memiliki tanggung jawab untuk memantau dan mengevaluasi penilaian RBI untuk masing-masing bidang kepada insinyur RBI.
= 3.2.1.1. Risk Based Inspection (RBI)
Risk Based Inspection (RBI) merupakan metode perencanaan inspeksi sebagai langkah selanjutnya dalam IM Cycle, dimana menggunakan risiko sebagai metode dasarnya. Metode ini mengkategorikan static equipment di PHE ONWJ berdasarkan tingkat risiko yang dimiliki. Dengan digunakannya metode RBI maka peralatan mendapatkan penanggalan waktu yang tepat untuk di-inspeksi sehingga dapat mengurangi inspeksi berlebihan. Kalkulasi di dalam perhitungan RBI melibatkan 2 komponen utama, yaitu probability of failure (PoF) dan Consequence of Failure (CoF), dimana kedua komponen perhitungan menghasilkan sebuah risk yang menjadi dasar penentu penanggalan.
3.2.1.1.1. Probability of Failure
PoF disini merupakan sebuah fungsi waktu, dimana Pf (t ) adalah hasi perkalian Generic Failure Frequency (gff), damage factor (D f (t )), dan management system factor (FMS). Generic Failure Frequency (GFF) adalah frekuensi kegagalan sebelum terjadinya spesifik kerusakan yang terjadi, dan dikategorikan berdasarkan static equipment-nya dan besarnya ukuran lubang. Empat ukuran lubang digunakan untuk memodelkan scenario yang berpotensi terjadi.