Bintang Farhan Muhammad - 1706986334

From ccitonlinewiki
Jump to: navigation, search

Di bawah ini tertulis arsip-arsip pembelajaran oleh Bintang Farhan Muhammad

Profil Singkat

Capture Bintang.JPG


Nama : Bintang Farhan Muhammad

NPM  : 1706986334

Skripsi : Korelasi Emission Factor dan Kedalaman Bakar Lahan Gambut

E-mail  : bintang.farhan@ui.ac.id

Persamaan Atur

Fenomena aliran fluida terjadi mengikuti sebuah persamaan matematis, yakni persamaan Navier-Stokes. Persamaan ini ditemukan oleh Navier dan Stokes sejak lebih dari satu abad yang lalu dan masih digunakan hingga kini. Navier-Stokes pada dasarnya merupakan persamaan konservasi yang terdiri dari tiga persamaan diferensial parsial (PDE), yakni persamaan konservasi momentum, konservasi massa, dan konservasi energi.

Konservasi Massa

Jika dianalisa dengan metode Eulerian pada sebuah kontrol volume tanpa keberadaan mass source ataupun sink, massa pada kontrol volume tersebut terkonservasi dalam skala lokal. Artinya, tidak ada perubahan massa yang masuk dan keluar/yang terakumulasi pada kontrol volume tersebut. Disisi lain, secara konvektif, dari satu titik ke titik lainnya tetap bisa jadi terdapat perbedaan besaran massa. Persamaan konservasi massa ditunjukkan pada persamaan pertama pada tabel 1.

Konservasi Momentum

Jika tidak diberikan gaya eksternal, maka sebuah objek akan selalu memiliki momentum yang besarnya konstan, yang merupakan produk dari massa dan kecepatan objek tersebut. Hukum konservasi momentum tersebut juga berlaku pada fluida, seperti yang tertulis pada persamaan ke-2, ke-3, dan ke-4 pada tabel 1 yang masing-masing untuk sumbu x, y, dan z. Dapat dilihat bahwa konservasi momentum dalam aliran fluida secara general akan selalu dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tertulis di RHS persamaan tersebut, antara lain tekanan, viskositas, dan sumber lainnya.

Tekanan merupakan main driving force dari keberadaan aliran fluida, dimana fluida mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Fakta tersebutlah yang menyebabkan perbedaan tekanan, baik dalam arah sumbu x, y, dan z, menjadi Source term pada persamaan momentum. Tekanan dapat bervariasi terhadap ketinggian maupun disebabkan oleh losses atau adanya energi yang masuk dari mesin-mesin fluida. Selain tekanan, momentum juga dipengaruhi gaya viskos dari fluida tersebut. Seperti yang dipelajari pada mekanika fluida dasar, viskositas merupakan tolak ukur sebuah fluida dalam menolak gerakan (resisting motion). Gaya viskos dalam aliran fluida cendrung membuat fluida tersebut berhenti/diperlambat dan membentuk boundary layer di dekat permukaan. Hal ini memberikan efek terhadap flow regime secara keseluruhan sehingga diperhitungkan dalam konservasi momentum. Dalam kasus aliran fluida, gaya viskos menjadi aspek difusi yang menyebabkan hilangnya momentum. Faktor terakhir merupakan sumber-sumber lainnya, seperti misalnya Buoyancy yang dimasukkan dalam Source term dalam bentuk aproksimasi Boussinesq.

Konservasi Energi

Konservasi energi pada dasarnya menyatakan energi tidak dapat hilang dan hanya dapat berubah bentuk. Dalam kasus aliran fluida, ditunjukkan pada persamaan ke-5 pada tabel 1, yang dipengaruhi kerja yang keluar dan kalor yang masuk, fungsi disipasi, serta Source term, seperti heat generation di dalam kontrol volume atau temperatur di boundary.

Equations of State

Persamaan ini menjelaskan hubungan sebuah skalar, seperti temperatur, tekanan, densitas, dan lain sebagainya, dengan parameter yang bisa memengaruhi regime aliran, seperti persamaan gas ideal atau energi dalam. Misalnya, dalam persamaan gas ideal jika temperatur berubah maka densitas akan berubah sehingga dapat menghasilkan gaya buoyant pada domain aliran.

Tabel 1 Persamaan Atur dalam Fenomena Aliran Fluida Kompresibel Newtonian (Versteeg & Malalasekera, 1995) GoverningEquation.JPG

Dibawah ini merupakan link video tugas penurunan persamaan momentum dan aplikasinya dalam contoh soal.

Video Penurunan Rumus Momentum

Finite Volume

Berbagai metode komputasi, seperti finite difference, finite element, DEM, dan lain sebagainya, telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menganalisis sebuah sistem dengan cara numerik, tetapi finite volume menjadi pilihan untuk penyelesaian numerikal pada permasalahan CFD. Finite volume merupakan sebuah metode perhitungan yang mengikuti prinsip Eulerian dan menganalisis aliran fluida pada sebuah kontrol volume diskrit yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Perhitungan tersebut dilakukan dengan mengintegrasikan PDE melalui sebuah kontrol volume sehingga didapatkan persamaan aljabar yang lebih mudah diselesaikan dan dapat diselesaikan secara komputasi.

Langkah-langkah Pengerjaan Finite Volume

Grid Generation

Pembentukan grid merupakan proses membagi domain yang menjadi daerah yang ditinjau menjadi kontrol volume diskrit berukuran kecil. Proses ini juga seringkali disebut dengan meshing. Berbagai jenis mesh/grid perlu diperhatikan penggunaannya sesuai dengan kebutuhan, seperti misalnya dynamic mesh, structured mesh, unstructured mesh, dan body-fitted mesh, yang diperjelas melalui gambar di bawah. Unstructured mesh menjadi yang paling umum digunakan karena fleksibilitasnya dalam mengikut bentuk geometri (Tu et al., 2018). Non-uniform mesh digunakan untuk memperhitungkan efek viskos pada dinding dengan lebih detail ataupun lokasi dimana fenomena aliran lebih difokuskan, terutama di dekat sebuah objek. Bentuk grid paling sederhana adalah kotak, tetapi ada juga bentuk lain seperti polihedral dan triangular.

Sumber gambar : Tu et al., 2018

Structured uniform.JPGNonuniform.JPG

Gambar 1 Structured mesh uniform (kiri) dan non-uniform (kanan)

Structured non-body-fitted.JPG

Gambar 2 Non-body-fitted structured mesh

Bodyfitted.JPG

Gambar 3 Body-fitted structured mesh

Unstructured 1.JPG

Gambar 4 Triangular

Polihedral.JPG

Gambar 5 Polihedral

Diskritisasi & Metode Diskritisasi

Diskritisasi merupakan proses merubah PDE menjadi sistem persamaan linear sehingga dapat diselesaikan dengan lebih mudah secara simultan. Metode-metode yang digunakan dijelaskan di bawah ini.

Central Differencing
Upwind Differencing
Hybrid Differencing
QUICK
TVD

Penyelesaian

Setelah didapatkan sistem persamaan linear, nilai properties pada tiap-tiap nodal dapat dihitung secara simultan. Jika jumlahnya sedikit biasanya sistem persamaan disusun dalam bentuk matriks dan dapat diselesaikan dengan metode Gauss-Jordan. Namun, tentunya jika memenuhi grid independence jumlah nodal akan sangat banyak dan diselesaikan melalui komputer.

Aspek Penentu Kualitas Simulasi

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam proses diskritisasi dan grid generation, yakni grid independence, boundedness, transportiveness, serta efek konvektif dari aliran yang ditinjau melalui bilangan Peclet. Aspek-aspek tersebut akan dijelaskan dibawah ini:

Grid Independence

Setiap proses diskritisasi dalam kasus perhitungan CFD memiliki error yang disebut dengan truncation error. Metode central differencing memiliki truncation error pada orde ke-2, sementara untuk upwing differencing memiliki error pada orde ke-1. Hal ini mengimplikasikan bahwa besar dari satu volume diskrit akan menentukan nilai error yang dihasilkan pada sebuah perhitungan. Berdasarkan fakta tersebut, perlu dilakukan studi grid independence pada setiap kasus simulasi CFD. Grid independence merupakan kondisi dimana jika sebuah mesh di-refine, hasil simulasi sebelum dan setelah di-refine tidak memiliki perbedaan yang signifikan (Tu et al., 2018). Kondisi inilah yang disebut dengan grid independence yang menjadi indikasi bahwa hasil simulasi tersebut sudah baik. Jika ditemukan bahwa hasil simulasi masih berbeda secara signifikan maka mesh perlu di-refine kembali.

Boundedness

Boundedness merupakan persyaratan dimana nilai pada sebuah nodal berada diantara nilai-nilai yang menyelubungi domain aliran, yakni kondisi pada boundary. Hal yang mudah dipantau untuk memastikan boundedness adalah semua koefisien pada nodal yang ditinjau memiliki besaran yang seluruhnya positif atau seluruhnya negatif, tetapi yang sering ditemukan adalah seluruhnya positif.

Transportiveness

Transport.JPG

Gambar 5 Ilustrasi efek konvektif dan difusi terhadap aliran (Versteeg & Malalasekera, 1995)

Pada sebuah kasus aliran dimana efek konvektif lebih dominan daripada difusi, transportasi properties pada domain aliran tersebut mengalami pergeseran searah dengan arah aliran. Hal ini disebut dengan transportiveness. Dalam mengukur seberapa besar efek konvektif relatif terhadap difusi digunakan bilangan Peclet yang dirumuskan dengan F/D (Pe = F/D).

CaptureAAAAA.JPG

Conservativeness

Sesuai dengan namanya, conservativeness pada simulasi mengharuskan fluks yang masuk pada sebuah volume diskrit sama dengan fluks yang keluar. Hal ini dapat terpenuhi jika ekspresi persamaan pada satu nodal dengan nodal lain memiliki susunan yang konsisten sehingga jika disusun ulang akan menghasilkan hasil yang sama, menjadi keseimbangan fluks antar boundary.

Dibawah ini merupakan video pengerjaan latihan soal kasus difusi 1D menggunakan finite volume

Video Finite Volume 1D untuk Kasus Difusi

Metode SIMPLE

Pada penyelesaian persoalan aliran CFD di contoh-contoh sebelumnya dapat diperhatikan bahwa diasumsikan medan aliran sudah diketahui sehingga persamaan atur dapat langsung diselesaikan. Pada kenyataannya kita tidak pernah tahu bagaimana medan aliran pada sebuah domain yang ditinjau sebelum dilakukannya simulasi sehingga metode yang digunakan pada contoh sebelumnya tidak bisa diterapkan pada penelitian CFD. Selain itu, jika diperhatikan pada RHS persamaan momentum dan energi dapat dilihat bahwa ada gradien tekanan yang menjadi source, tetapi tidak ada persamaan atur yang dapat memperhitungkan distribusi tekanan pada sebuah domain. Dua masalah tersebut, gradien tekanan serta medan kecepatan aliran yang tidak diketahui, menjadi hambatan dalam penerapan metode simplifikasi di latihan soal sebelumnya sehingga dibutuhkan metode yang lebih advanced dalam menyelesaikan persamaan atur CFD. Pada kasus aliran kompresibel mungkin nilai tekanan dapat ditemukan dengan equation of states (p = p(rho, T)) dengan menggunakan persamaan momentum sebagai transport densitas dan persamaan energi sebagai transport temperatur, tetapi pada fluida inkompresibel hal ini tidak dapat dilakukan. Metode SIMPLE yang dibuat oleh Spalding dan Patankar (1972) menjadi solusi untuk permasalahan ini.

Gambar 6 Staggered grid (Versteeg & Malalasekera, 1995)

Secara singkat, Semi Implicit Method for Pressure-Linked Equation (SIMPLE) merupakan metode perhitungan yang menghubungkan perhitungan persamaan momentum dengan tekanan. Mula-mula, medan kecepatan aliran dan distribusi tekanan perlu 'ditebak' terlebih dahulu dan dilakukan perhitungan menggunakan persamaan diskrit. Pada iterasi selanjutnya, koreksi terhadap tekanan dan kecepatan dilakukan dengan mengevaluasinya menggunakan persamaan kontinuitas. Hasil sudah benar jika persamaan kontinuitas telah terpenuhi. Dalam perhitungannya SIMPLE juga menggunakan staggered grid. Checker-board grid biasa meletakkan komponen kecepatan dan tekanan serta skalar lainnya pada nodal yang sama. Hal ini menyebabkan masalah dimana jika ditinjau gradien tekanan akan bernilai 0. Untuk itu digunakan staggered grid yang menginterpolasi linear nilai tekanan pada face yang bersebrangan dengan nodal yang ditinjau sehingga didapati hasil yang tidak nol. SIMPLE kemudian dikembangkan lagi menjadi SIMPLER dan SIMPLEC. Diambil dari buku Suhas Patankar, pembuat metode SIMPLE, metode SIMPLE memiliki langkah kerja sebagai berikut:

1. Tebaklah distribusi tekanan pada domain (p*)

2. Selesaikanlah persamaan momentum untuk mendapatkan u*, v*, w*. Koefisien pada persamaan momentum tersebut didapatkan dari medan aliran u, v, dan w, yang ditebak terlebih dahulu

3. Selesaikan persamaan koreksi tekanan (p')

4. Hitung nilai p yang telah dikoreksi dengan menambahkan p* dengan p' (p = p* + p')

5. Hitung nilai u, v, dan w, yang telah dikoreksi menggunakan persamaan koreksi (u = u* + d x (delta P))

6. Selesaikan persamaan diskrit properties lainnya, seperti temperatur, konsentrasi, turbulensi, dan lain sebagainya. Penyelesaian dilakukan pada setiap iterasi jika memiliki efek langsung pada medan aliran, seperti dalam kasus konveksi natural, penyelesaian persamaan energi dilakukan secara simultan sehingga dapat menjadi input ke perubahan densitas sebagai source menggunakan aproksimasi Boussinesq. Jika tidak memiliki pengaruh langsung perhitungan dapat dilakukan di akhir untuk mengurangi beban komputasi.

7. Nilai-nilai yang telah dikoreksi tersebut menjadi input untuk iterasi selanjutnya. Perhitungan dilakukan terus menerus hingga solusi memiliki nilai residual yang dapat diterima.

Gambar 7 Bagan langkah-langkah metode SIMPLE (Versteeg & Malalasekera, 1995)

Metode SIMPLE diaplikasikan pada kasus konveksi natural 2D dalam UTS menggunakan OpenModelica yang ditunjukkan dalam file dibawah ini.

Verifikasi dan Validasi

Verifikasi dan validasi merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan dalam melakukan riset fluida dengan CFD. Dalam komunitas peneliti CFD, definisi dari verifikasi dan validasi sendiri seringkali berbeda, tetapi maksud dalam penggunaannya memiliki makna yang selalu sama. Definisi berikut ini dituliskan oleh Tu et al. (2018).

Verifikasi adalah menyelesaikan persamaan atur dengan benar sehingga tidak terjadi kesalahan numerik, seperti memastikan grid independence dan sensitivitas terhadap time step.

Validasi menyelesaikan persamaan atur (termasuk asumsi model matematika, properties, dan kondisi boundary) yang benar (faktual). Pengambilan asumsi harus didasari fenomena kejadian yang asli dan direpresentasikan melalui input parameter boundary, geometri, dan kondisi awal (initial condition) yang harus didokumentasikan dalam sebuah riset. Selain itu, programming error serta konvergensi juga harus didokumentasikan. Validasi kemudian dapat dilanjutkan lagi dengan membandingkan hasil simulasi dengan eksperimen dan mengkuantifikasikan kesesuaiannya dengan error dari simulasi tersebut.

Dynamic Mesh & 6DoF

                                                            v dot = Sigma F/m
                                                           omega dot = Sigma M/I

Dua persamaan di atas merupakan persamaan atur dari sebuah geometri yang bergerak secara translasi dan rotasi. Seringkali dalam kasus perhitungan CFD melibatkan boundary yang bergerak. Kasus seperti ini dapat ditemukan juga di motor pembakaran dalam (pergerakan piston dalam engine block), ataupun stator dan rotor pada mesin kerja atau mesin tenaga fluida. Kasus-kasus tersebut melibatkan pergerakan 6DoF, dimana tidak hanya ada translasi pada sumbu x, y, dan z, tetapi juga rotasi terhadap sumbu-sumbu tersebut yang disebut sebagai pitch, yaw, dan roll. Untuk melakukan perhitungan simulasi CFD dalam kasus seperti ini dibutuhkan dynamic mesh/grid yang mengikuti pergerakan boundary, seperti sudu turbin, kepala piston, dll.

Dynamic mesh merupakan metode yang digunakan untuk merubah lokasi mesh sesuai dengan pergerakan boundary. Algoritma dari dynamic mesh sendiri mengingat kurvatur dari boundary dan arah pergerakannya sehingga pada iterasi detik selanjutnya dapat diperhitungkan perpindahan tiap-tiap boundary. Tidak semua bagian dalama dynamic mesh ikut bergerak. Dalam contoh kasus mesin kerja dengan rotor dan stator, sebagian boundary akan bergerak mengikuti pergerakkan impeller dan sebagian lainnya akan diam sesuai dengan boundary dari dinding di sekelilingnya. Menurut Jiyuan Tu, meski dinilai cukup sukses, metode dynamic mesh yang berhasil kebanyakan ada pada kasus geometri kompleks dengan aliran inviscid atau geometri sederhana dengan aliran viskos sehingga perlu dikembangkan lebih jauh (Farhat, 2005).


Pada tanggal 17 November 2020, kami mahasiswa kelas CFD diberikan tugas untuk mencoba melakukan simulasi dynamic mesh 3DoF (dua dimensi, satu sumbu rotasi) dengan menggunakan CFDSOF tanpa GUI. Kami merubah beberapa parameter pada file dalam simulasi VAWT, yakni file controlDict serta dynamicmeshDict. Beberapa parameter yang saya rubah adalah sebagai berikut:

File dynamicmeshDict

//- Gravitational acceleration if g is used in the calculation //g

File controlDict

application cfdsofpimpleDyM;

startFrom latestTime;

writeInterval 0.01;

endTime 5;

maxDeltaT 0.01;

Meski demikian, simulasi tersebut cukup berat dilakukan pada laptop saya dan tidak dihitung hingga selesai karena laptop panas dan mati dengan sendirinya. Dokumentasi sejauh ini untuk hasil simulasi dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini:


Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10 Pada detik 0.055
Gambar 11 Pada detik 0.21

Dapat dilihat ada pergeseran mesh.

CFD Multiphase : Economizer Hopper

Dalam latihan kali ini dilakukan simulasi CFD economizer hopper dan perbandingan aliran multifasa tersebut jika tanpa economizer hopper. Economizer hopper merupakan alat yang ditambahkan pada aliran gas buang PLTU untuk meminimalisir partikel hasil pembakaran batu bara agar gas buang lebih ramah lingkungan. Dapat diperhatikan bahwa dengan Economizer Hopper, partikel hasil pembakaran terperangkap pada Economizer Hopper dan tidak ikut keluar pada bagian outflow sehingga menghasilkan gas buang yang lebih bersih. Hal ini disebabkan karena partikel-partikel tersebut memiliki densitas yang cukup tinggi sehingga berat dan cendrung turun menuju lubang economizer hopper, sementara udara yang lebih ringan akan keluar melalui exhaust.

Gambar 12 Dengan Economizer Hopper
Gambar 13 Distribusi Kecepatan pada Tampak Potong

Dapat dilihat pada gambar ini terbentuk lapisan batas pada bagian exhaust yang disebabkan oleh perubahan permukaan aliran yang signifikan (elbow), tanpa adanya guide vane akan terjadi lapisan batas dan tekanan yang turun secara signifikan. Hal ini menjadi bagian yang dapat di-improve dalam alat ini. Tentunya guide vane juga tidak bisa terlalu rapat karena ada partikel dan ada potensi terjadi penumpukan.

Gambar 14 Distribusi Vektor Kecepatan Arah X terhadap Ketinggian Pada Garis (garis potongan ditunjukkan di gambar kiri)

Dari gambar tersebut dapat dilihat jika di-plot pada garis yang ditunjukkan pada gambar sebelah kiri, vektor kecepatan aliran arah X semakin turun nilai X akan semakin naik nilai vektor kecepatan, kemudian turun lagi. Jika dianalisis, profil kecepatan seperti ini disebabkan karena aliran yang terbagi ke dua arah, yakni ke arah exhaust dan menuju economizer hopper.

Gambar 15 Kontur Kecepatan Horizontal Setelah Memasuki Exhaust (garis potongan ditunjukkan di gambar kiri)

Dari gambar tersebut dapat dilihat terbentuk lapisan batas di segala sisi exhaust, yang tentunya pasti terjadi. Namun, dapat dilihat bahwa gradien kecepatan lapisan batas di sebelah kiri lebih besar dibandingkan sebelah kanan. Hal ini disebabkan karena di bagian kiri aliran mengalami efek vena contracta dan sama halnya dengan pada permukaan atas dan bawah di exhaust seperti pada animasi gambar 13, sementara bagian kanan tidak mengalami hal yang serupa sehingga terbentuklah kontur kecepatan seperti gambar 15. Yang belum bisa saya jelaskan adalah kenapa profil kecepatan di bagian tengah aliran naik dan turun.

Gambar 16 Tanpa Economizer Hopper

Hal lain yang dipantau berbeda adalah jika tanpa economizer hopper dapat dilihat bahwa magnitudo kecepatan lebih besar pada exhaust. Hal ini disebabkan karena aliran tidak terbagi menjadi dua sehingga mass flow lebih besar.

CFD Multiphase : Analisis Simulasi Cyclone Separator

Gambar 17 Skematik separator siklon (Alahmadi & Nowakowski, 2016)

Separator siklon merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan partikel dari aliran fluida menggunakan aliran siklon. Partikel akan terpisah karena adanya siklon yang memberikan gaya sentrifugal pada partikel sehingga bergereak ke pinggir geometri. Karena tidak bisa mengikuti pergerekan aliran yang berbelok cukup tajam, partikel akan turun ke bawah. Karena sudah terpisah seluruhnya, fluida akan lebih ringan dan karena sudah kehilangan momentumnya akan mengalir keatas. Titik dimana fluida tersebut mengalir keatas lagi disebut cut point yang bergantung pada kecepatan inlet dan geometri separator itu sendiri. Pada kesempatan ini dilakukan simulasi aliran pada siklon dengan parameter sebagai berikut:

Simulasi berhasil dilakukan dengan mencapai residual hingga 0.0001 (loosely converge). Semua grafik untuk analisis kuantitatif diambil pada t = 10s.

Gambar 18 Animasi aliran simulasi siklon separator dengan parameter yang tertulis

Pada animasi diatas dapat terlihat bahwa separator berhasil memisahkan partikel dengan aliran fluida. Namun, tidak terlihat vorteks terjadi pada gambar tersebut sehingga dibutuhkan analisis kuantitatif untuk melihat keberadaan vorteks. Dilakukan slicing untuk melihat bidang di tengah separator siklon yang kemudian dilanjutkan menggunakan fitur plot over line pada Paraview.

Gambar 19 Pemotongan pada Paraview (kiri) dan Distribusi Uy terhadap z (origin dapat dilihat di kiri bawah) dan diambil plot over line pada y = 0.04, 0.08, serta 0.12m (kanan)

Gambar 19 merupakan variasi Uy terhadap radius, dimana jika diperhatikan belum ada vektor Uy yang mengarah ke atas, meskipun trend dari Uy sendiri terus turun terhadap ketinggian. Berdasarkan analisis saya, hal ini disebabkan karena aliran belum mencapai cut point dari kecepatan inlet dan geometri siklon itu sendiri sehingga belum ada vorteks yang mengarah ke atas.

Gambar 20 Vektor kecepatan arah sumbu x (origin sesuai gambar 19)

Jika dilihat pada gambar 20, dapat dilihat geometri separator siklon ini sukses membentuk aliran vorteks. Pada ketinggian y = 0.012m, yang ditunjukkan oleh garis kuning, dapat dilihat no-slip condition pada kedua arah. Hal ini terjadi karena pada ketinggian tersebut dinding ada pada dua sisi aliran, yakni geometri siklon itu sendiri dan pipa outflow udara. Semakin turun dapat dilihat kekuatan vorteks semakin melemah.

Gambar 21 Vektor kecepatan arah sumbu z (origin sesuai gambar 19)

Distribusi Uz pada potongan ini dapat dilihat pada gambar 21 memiliki trend yang kurang jelas. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada potongan ini aliran vorteks mengarah pada arah x. Jika diputar 90 derajat baru akan didapati aliran pada arah z.

Gambar 22 Uy terhadap y

Untuk memperjelas keberadaan aliran outflow dilakukan plot Uy terhadap y, seperti pada gambar 22. Plot ini semakin membingungkan untuk saya karena tidak ditemukan trend yang jelas dan terjadi perubahan secara tiba-tiba pada bagian kanan grafik. Untuk mengetahui hal ini, karena keterbatasan waktu saya mencoba menyimulasikan separator siklon tanpa partikel, dengan kecepatan inlet 0.25m/s, dan didapatkan hasil yang lebih sesuai dengan teori pada gambar 23. Didapatkan bahwa semakin keatas ada vektor dalam arah sumbu y, tetapi tidak ditemukan adanya vorteks seperti ilustrasi gambar 17 pada aliran outflow

Gambar 23 Simulasi siklon tanpa partikel dengan kecepatan inlet 0.25m/s
Gambar 24 Simulasi dengan partikel yang lebih kecil (d = 1e-4 - 1e-6)

Saya juga melakukan simulasi dengan partikel yang 100 kali lebih kecil dan didapati bahwa partikel akan mengikuti gerakan vorteks dengan lebih lama sebelum jatuh ke outlet, seperti yang dapat dilihat pada gambar 22.

Tugas Besar

Untuk tugas besar ini, saya memilih topik efek geometri terhadap performa dari mixing pada microchannel. Detail mengenai riset yang akan saya lakukan dicantumkan pada sinopis di bawah ini.

Sinopsis

Microchannel has been widely used for the purpose of mixing of a multiphase flow. Several factors has been known in which determines the performance of mixing in microchannel, including the flow regime and operational parameters. Past research found that fluid velocity and slug length has an effect to the mass transport coefficient inside the flow regime. The flow regime itself is also affected by the geometry of the microchannel. However, according to a review written by Sattari-Nafabajadi et al. (2018), researches on the effect of microchannel size are not sufficient to decide whether it is worthy enough to decrease the cross-sectional area to increase mixing performance in compromise of the pressure drop. Other than that, the aspect ratio, which regarded as the effective parameter on the manufacturing expenses, was not investigated in depth in the past research. Therefore, it is necessary to find the influence of aspect ratio and other geometrical parameters to the flow regime and characteristics. This research aims to simulate using CFD the affect of aspect ratio to axial dispersion and pressure drop in a T-junction microchannel with several cross-sectional shapes. The cross sectional shapes to be included in this research is the square, circle, and trapezoidal shape. Hopefully, findings in this research will help to give suggestion on the effective geometrical parameters for microchannels and give insights for further experimental research.

Untuk tulisan selengkapnya dapat dilihat pada link di bawah ini

Multiphase Gas-Liquid Flow Behavior CFD Simulation in a T-junction Microchannel with Variation in Aspect Ratio and Cross-Sectional Shape with Constant Hydrodynamic Diameter