Difference between revisions of "Sinopsis Tugas Besar Titin"

From ccitonlinewiki
Jump to: navigation, search
Line 5: Line 5:
 
NPM : 1806268793
 
NPM : 1806268793
  
=='''IMPLEMENTASI KONSEP ZERO ENERGY BUILDING (ZEB) DARI PENDEKATAN ECO-FRIENDLY PADA RANCANGAN BANGUNAN KOS LANTAI 3'''==
+
=='''IMPLEMENTASI KONSEP ZERO ENERGY BUILDING (ZEB) DARI PENDEKATAN ECO-FRIENDLY PADA RANCANGAN BANGUNAN APARTEMENT'''==
  
 
'''1. Pendahuluan'''
 
'''1. Pendahuluan'''

Revision as of 21:41, 21 April 2019

Sinopsis Tugas Besar

Nama : Ida Ayu Nyoman Titin Trisnadewi

NPM : 1806268793

IMPLEMENTASI KONSEP ZERO ENERGY BUILDING (ZEB) DARI PENDEKATAN ECO-FRIENDLY PADA RANCANGAN BANGUNAN APARTEMENT

1. Pendahuluan

Isu mengenai krisis energi yaitu energi konvensional (tak terbarukan) yang semakin lama akan semakin habis menjadi topik hangat yang marak diperbincangkan dalam perkembangan dunia saat ini. Perlunya pengembangan sumber-sumber energi terbarukan alternatif dan implementasi konservasi energi (kebijakan efisiensi energi) dalam setiap rancangan pembangunan. Energi kovensional (tak terbarukan) hanya tersedia dalam jumlah terbatas di bumi dan tidak dapat diregenerasi atau tergantikan dalam waktu singkat.

Dampak globalisasi juga terjadi pada perkembangan di bidang rancang bangun yang menjadikan bangunan sebagai salah satu pengguna energi terbesar bagi lingkungan hidup. Perancangan bangunan yang kurang memperhatikan keselarasan antara bangunan dan alam, mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, tanpa memikirkan jumlahnya yang lambat laun semakin berkurang serta kualitasnya yang semakin menurun, lebih memperburuk kondisi lingkungan alam kita. Mempertimbangkan isu-isu yang telah disebutkan tadi, maka diperlukan pendekatan arsitektur secara ramah (Eco-Friendly Architecture) yang merupakan desain arsitektur ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Dari prinsip desain tersebut tercipta sebuah konsep perancangan bangunan rendah energi yang disebut konsep Zero Energy Building (ZEB). Konsep ini merupakan sebuah strategi efisiensi energi yang bertujuan menghemat cadangan energi yang statusnya saat ini sedang berada dibawah tekanan. Diharapkan dengan penerapan konsep ini efisiensi energi pada bangunan akan meningkat dan secara bersamaan mampu menjaga kualitas hidup manusia serta alam sekitar. Hal ini juga dipandang sebagai solusi untuk masalah mengurangi emisi gas rumah kaca.

Zero energy, Populer dengan istilah Zero Energy Building (ZEB), muncul di Eropa sekitar tahun 1980-an, meskipun baru 15 tahun belakangan menjadi gerakan besar dalam arsitektur. Secara harfiah Konsep Zero Energy Bulding diartikan sebagai ”Bangunan Tanpa Energi”. Konsep Zero Energy Building merupakan pemahaman tentang bangunan yang secara keseluruhan (net) tidak mengonsumsi energi yang bersumber dari listrik negara (PLN) maupun bahan bakar fosil. Dengan kata lain, ZEB merupakan konsepsi bangunan yang dapat mencukupi kebutuhan energinya sendiri dari sumber energi terbarukan, seperti matahari, angin, air,bahan bakar nabati, biomassa, dan biogas.

ZEB Meskipun demikian, mengingat beberapa sumber energi terbarukan, seperti energi matahari dan angin, seringkali tergantung pada kondisi cuaca yang kadang kala tidak mendukung, konsepsi ZEB masih membuka kemungkinan penggunaan energi fosil pada saat tertentu. Pada saat lain bangunan harus mampu memproduksi energi terbarukan secara berlebih untuk mengimbangi kekurangan energi pada waktu lain. Konsepsi ZEB lebih mengarah pada total energi yang dikonsumsi bangunan, antara tekor energi (energi yang dikonsumsi dari PLN dan generator minyak), dan surplus energy (energi yang dihasilkan perangkat pembangkit energi di bangunan: sel surya, baling-baling, dan biogas). Secara keseluruhan konsumsi energi bangunan harus nol atau bahkan surplus (menghasilkan energi lebih dari yang dikonsumsi).

Konsepsi ZEB tidak terkait dengan energi yang digunakan saat pembangunan (konstruksi) dan energi yang dikandung material bangunan (embodied energy) ketika material tersebut diproduksi, tetapi lebih kepada energi operasional yang dikonsumsi bangunan per satuan waktu tertentu. Konsepsi ZEB tidak lepas dari strategi konservasi energi bangunan yang maksimal, simultan dengan optimasi produksi energi terbarukan untuk menopang kebutuhan energi bangunan. Tanpa strategi rancangan bangunan hemat energi, konsepsi ZEB tidak akan pernah terwujud.


2. Studi Pustaka

1. Konsep Bangunan Hemat Energi

Untuk dapat mempersiapkan serta memandu desain dan proses konstruksi yang hemat energi yang diperlukan dalam rangka mencapai hasil akhir yang hemat energi, pengembang bangunan harus memahami elemen-elemen utama efisiensi energi, yaitu:

a. Proses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process)

Proses desain terintegrasi mencakupi karakteristik lokasi dan desain bangunan, yang meliputi pilihan-pilihan arsitektur, struktural, mekanik, dan listrik dengan tujuan untuk meminimalisasi konsumsi energi. Untuk mencapai tujuannya, pendekatan terintegrasi ini membutuhkan kolaborasi erat antara arsitek dengan insinyur mekanik, struktural, dan listrik, serta kontraktor dalam fase desain dan konstruksi.

Zeb2.jpg

Gambar 2 Aspek-aspek dalam Proses Desain Bangunan Hemat Energi (Sumber : Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia, hal: 30)

b. Pilihan Material dan Teknologi

Seluruh material dan teknologi yang digunakan pada muka dan lapisan luar dari selubung bangunan, untuk konservasi air, pemasangan listrik (lampu, dan sebagainya), dan sistem AC, harus didesain secara akurat untuk meminimalisasi konsumsi energi yang dihasilkan, dan pada saat yang bersamaan juga memenuhi syarat fungsional dan lainnya dari bangunan tersebut.

Pemilihan material yang ramah dapat dijabarkan menjadi dua hal yakni dari sisi teknologi dan penggunaan. Dari sisi teknologi, misalnya, pemilihan bahan sebaiknya menghindari adanya toksin atau racun dan diproduksi tidak bertentangan dengan alam. Sedangkan dari sisi penggunaan, pemilihan material yang ramah lingkungan misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti lampu LED yang rendah konsumsi listrik. Juga Penggunaan material lokal yang justru akan lebih menghemat biaya (biaya produksi, angkutan).

Material ramah lingkungan memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Tidak beracun, sebelum maupun sesudah digunakan

b. Dalam proses pembuatannya tidak memproduksi zat-zat berbahaya bagi lingkungan

c. Dapat menghubungkan kita (pengguna) dengan alam, dalam arti kita makin dekat dengan alam karena kesan alami dari material tersebut (misalnya bata mengingatkan kita pada tanah, kayu pada pepohonan)

d. Bisa didapatkan dengan mudah dan dekat (tidak memerlukan biaya atau proses memindahkan yang besar, karena menghemat energi BBM untuk memindahkan material tersebut ke lokasi pembangunan)

e. Bahan material yang dapat terurai dengan mudah secara alami.


c. Iklim

Karena kebanyakan energi dalam bangunan digunakan untuk memastikan kenyamanan manusia, jelas bahwa iklim sekeliling serta kondisi dalam ruangan yang ditargetkan memiliki dampak yang besar bagi kinerja energi bangunan:

• Radiasi sinar matahari (panas dan cahaya) mempengaruhi persyaratan beban pendinginan dan desain pencahayan bangunan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh orientasi muka bangunan dan material yang digunakan pada selubung bangunan.

• Suhu udara dengan kelembaban relatif merupakan parameter dominan untuk mempertimbangkan desain AC untuk mencapai kenyamanan manusia dan lingkungan dalam ruangan yang diinginkan.

• Kelembaban relatif memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dalam ruangan dan kenyamanan manusia sehingga menjadi faktor penting dalam menentukan desain AC dan pencapaian iklim dalam ruangan yang baik.

• Arah angin utama dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk mengurangi kebutuhan pendinginan dan ventilasi sehingga perlu untuk dipertimbangkan.


d. Operasi

Panduan operasional dan pemeliharaan bangunan yang difokuskan pada langkah-langkah efisiensi energi esensial untuk mencapai dan memelihara kinerja energi yang ditargetkan melalui desain bangunan. Lebih lanjut lagi, Building Automation System dan Building Energy Management System (BAS & BEMS) merupakan sistem yang tepat untuk mencapai dan memelihara operasi bangunan yang efisien, terutama pada bangunan besar.


e. Behavior

Kesadaran dan kepedulian akan pemakaian energi serta lingkungan dalam ruangan dari seluruh orang yang menggunakan bangunan sangatlah penting. Pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman penghuni bangunan akan pentingnya upaya pengelolahan bangunan dalam memelihara dan meningkatkan efisiensi energi bangunan serta bentuk-bentuk kontribusi yang mereka dapat lakukan. Zero Energy Building (ZEB) didefinisikan sebagai bangunan yang digunakan sebagai hunian atau komerisal yang mampu mereduksi kebutuhan energi secara drastis sehingga tercapai efisiensi, yaitu keadaan dimana tercapai keseimbangan kebutuhan energi yang disuplai dengan energi terbarukan. Adapun Langkah-langkah dalam mencapai Zero Energy Building adalah sebagai berikut :

Zeb3.jpg

Gambar 2 Bagan Prinsip Perancangan, Perancangan dan Pelaksanaan Zero Energy Building (ZEB) Sumber : Perkins+Will Research Journal / Vol. 05.02 (hal. 74)

Keterangan :

1. Minimize Building Loads (Meminimalkan Beban Bangunan)

2. Maximize Energy Efficiency (Memaksimalkan Efisiensi Energy)

3. Utilize On-Site Renewable Energy Production (Memanfaatkan Produksi Tenaga Yang Dapat Diperbaharui Pada Site)

4. Minimize Building Energy Consumption (Meminimalkan Konsumsi Energi Bangunan.


2. Peluang dan Kendala

a. Situs

Pemilihan situs/lokasi untuk proyek, harus melalui penilaian terhadap peluang dan kendala situs yang relevan bagi proyek dan efisiensi energi. Hal ini penting berkaitan dengan Prinsip Desain Solar Pasif. Pertimbangan ini akan meliputi orientasi situs dan hubungannya dengan arah sinar matahari dan arah angin pada umumnya, fitur peneduh seperti pohon, bukit bangunan lain, dan faktor lain yang mempengaruhi iklim lokal seperti arah angin utama, dll.

b. Iklim

Kinerja energi bangunan juga sangat ditentukan oleh seberapa baik adaptasi desain terhadap iklim lokal. Indonesia memiliki iklim tropis yang dicirikan oleh curah hujan yang tinggi, tingkat kelembaban tinggi, suhu tinggi, dan angin yang rendah. Musim hujan terjadi dari November hingga Maret, sementara musim kering dari April hingga Oktober. Curah hujan di area dataran rendah rata-rata 180–320 cm (70–125 in) per tahun, dan meningkat seiring tinggi permukaan hingga rata-rata 610 cm (240 in) di beberapa area pegunungan.

c. Anggaran

Dalam banyak kasus, mendesain bangunan yang hemat energi umumnya memakan biaya yang lebih mahal dibandingkan bangunan konvensional; namun biaya-biaya ini dapat dibatasi dengan proses desain terintegrasi serta perencanaan yang teliti. Biaya tambahan yang terkait dengan bangunan hemat energi dapat diperoleh kembali dalam waktu yang singkat di kebanyakan kasus karena sewa yang lebih tinggi dapat dikenakan pada ruangan yang hemat energi dan biaya operasional bangunan secara keseluruhan akan lebih rendah.

d. Ketersediaan material/teknologi

Untuk mendirikan bangunan hemat energi, material bangunan harus dipilih dengan pertimbangan spesifikasi seperti kinerja, harga, ketersediaan, estetika, dan keberlanjutan.

e. Pertimbangan Estetika

Tantangan terbesar dalam meningkatkan efisiensi energi pada bangunan umum dan komersial adalah membangun arsitektur yang memuaskan secara estetika dan pada saat yang bersamaan memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan oleh iklim lokal dan pilihan material yang tersedia. Dalam rangka mendorong dan mempromosikan desain hemat energi pada bangunan serta jasa-jasa yang disediakan, berikut adalah faktor-faktor utama yang perlu dipertimbangkan

Tabel 1. Panduan Teknis Bangunan Hemat Energi