Konsep Kebenaran (Oleh : Athoillah Azadi)
KONSEP KEBENARAN
Manusi a sebagai mahluk pencari kebenaran dalam perenungannya akan menemukan tiga bentuk eksistensi yaitu agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Agama mengantarkan pada kebenaran sejati sedangkan ilmu pengetahuan dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran sejati tersebut. Sebagai mahluk yang dinamis manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.
Ilmu pengetahuan dipahami sebagai suatu kemampuan berpikir dengan menggunakan rasio dalam objek yang menjadi sasaran kebenaran itu sendiri yang belum pasti melekat dalam objek. Terkadang hanya dapat dibenarkan oleh persepsi-persepsi (dzon) belaka. Dari fakta tersebut kebenaran itu berarti dapat didefinisikan berdasarkan dengan paradigma yang dipakai. Kebenaran dapat berarti kebenaran diri, kebenaran bersama, dan kebenaran yang sejati. Kebenaran diri merupakan kebenaran yang bersifat relatif menurut persepsi, sudut pandang, serta intensitas pandang tiap manusia yang sangat mungkin berbeda-beda. Kebenaran bersama adalah kebenaran yang disepakati secara bersama-sama dengan tujuan untuk memperoleh kebaikan dan kemaslahatan bersama. Kebenaran sejati/hakiki adalah kebenaran yang berasal langsung dari Tuhan, contohnya Al Qur’an, kebenaran ini pun ketika diterjemahkan tiap manusia (ditafsirkan) dapat berbeda-beda tergantung tingkat pengetahuan dan pemahamannya. Contoh lain, sebagai warga negara Indonesia, kita sepakati (kebenaran bersama) bahwa Pancasila adalah sebuah kebenaran, meskipun begitu pemahaman setiap orang atau kelompok tentang konsep Pancasila sangatlah mungkin berbeda-beda. Oleh karena itu kebenaran terhadap suatu hal yang diyakini oleh seseorang atau kelompok masyarakat tidak boleh menjadikannya sebagai kebenaran mutlak apalagi menyalahkan orang lain yang tidak sepaham, sehingga dibutuhkan kedewasaan untuk saling menghargai pada kebenaran menurut persepsi masing-masing, sejauh dalam memahami kebenaran tersebut output yang dihasilkan adalah sebuah KEBAIKAN dan KEDAMAIAN bagi bersama, masyarakat, dan lingkungan yang lebih luas (bangsa dan dunia).
Dalam mencari setiap kebenaran yang sejati/hakiki maka terdapat 4 hal yang menghalangi manusia dari memahami kebenaran sejati tersebut, yaitu:
1. Kehormatan/kedudukan, pencarian kebenaran apabila dibalik pencarian tersebut memiliki tendensi pada naiknya martabat, kehormatan, dan kedudukan di masyarakat maka akan menghalangi diperolehnya kebenaran yang sejati.
2. Materi, baik harta maupun pengetahuan, ketika menjadi niat dalam mencari kebenaran, maka kebenaran yang didapatkan adalah kebenaran yang semu, atau malah kebohongan.
3. Ikut-ikutan, atau taklid pada orang-orang tertentu, yaitu ketika dalam mencari kebenaran sejati melalui persepsi dan kebenaran tokoh/orang tertentu, maka kebenaran yang diperoleh akan tercemari dan tertutupi pada pengkultusan dan pembenaran terhadap persepsi tokoh tersebut.
4. Berbuat maksiat, pencarian kebenaran membutuhkan kemurnian dan kebersihan hati dan fikiran, sehingga dengan berbuat maksiat maka telah tertutuplah jalan dalam mencari kebenaran sejati.