Difference between revisions of "Evaluasi Integrity Management (IM) Cycle di Piping KLB Train A Discharge Aftercooler dan RBI Berbasis API 581 di LPRO-LPV-6 (Atmospheric Separator)"

From ccitonlinewiki
Jump to: navigation, search
(Bab 3: Metode Penulisan)
(Bab 4 : Analisis Data)
Line 552: Line 552:
 
 
  
= Bab 4 : Analisis Data =  
+
= Bab 4 : Analisis Data =
 +
 
 +
 
 +
4.1. Perencanaan RBI pada LPRO-LPV-6
 +
 
 +
Sebelum kita memulai perhitungan, kita perlu melakukan pendataaan terhadap aset yang ingin kita RBI. Berikut data dari aset LPRO-LPV-6:
 +
 
 +
• Name : LPV-6
 +
 
 +
• Location : LPRO
 +
 
 +
• Size : 84”OD x 20’—0” S/S
 +
 
 +
• Nominal wall thickness : 0.3125 inch
 +
 
 +
• Material : Carbon Steel 5A 516 Gr.70
 +
 
 +
• Operating Pres./Temp. : 25 psig / 80°F
 +
 
 +
• Design Pres./Temp. : 50 psig / 150°F
 +
 
 +
• Year Commisioned : 2014
 +
 
 +
• Last Inspection Year : 2017
 +
 
 +
• Representative Fluid : C17-C25 
 +
 
 +
• Yield Strength : 32000 psig
 +
 
 +
• Tensile Strength : 60000 psig
 +
 
 +
• Allowable Stress : 20000 psig
 +
 
 +
• Liquid percent : 50%
 +
 
 +
• Times inspected : 1
 +
 
 +
• H¬2S Fraction : 0.0021
 +
 
 +
 
 +
4.1.1. Perhitungan Probability of Failure (PoF)
 +
 
 +
Menggunakan metodologi yang sudah dijelaskan di BAB 3, berikut cara-cara menghitung Probabilty of Failure dari suatu komponen.
 +
 
 +
 
 +
1. Menentukan Corrosion Rate
 +
 
 +
Untuk menghitung corrosion rate, digunakan rumus sebagai berikut
 +
 
 +
Corrosion Rate (LT)=(t_initial - t_actual)/(time(years)between〖 t〗_initial & t_actual )
 +
 
 +
2. Menentukan Service Age
 +
 
 +
Setelah itu, kita menentukan service age dengan mengurangi tahun RBI dengan tahun inspeksi terakhir
 +
 
 +
RBI Date 2019
 +
Last Inspection Performed 2017
 +
agetk 2 years
 +
 
 +
 
 +
3. Menentukan S, E, dan Tmin
 +
 
 +
Setelah itu, kita menentukan ketebalan minimum yang dapat ditolerir dengan rumus berikut
 +
 +
Gambar 4.1 Rumus perhitungan minimum thickness required
 +
 
 +
 
 +
DESIGN PRESSURE 50 psig
 +
 
 +
ALLOWABLE STRESS 20000 psig
 +
 
 +
OD 84 inch
 +
 
 +
Thickness Required 0.1048951 inch
 +
 
 +
4. Menghitung Art (wall loss fraction)
 +
 
 +
Fraksi wall loss dapat dihitung dengan rumus berikut
 +
 +
Dari rumus tersebut, kita dapat mendapatkan Art sebesar 0.1185808
 +
 
 +
 
 +
5. Menghitung Flow Stress
 +
Flow Stress pada pressure vessel dapat dihitung dengan rumus berikut
 +
 +
Dari rumus tersebut, kita dapat nilai FSthin sebesar 50600
 +
 +
 
 +
6. Mengitung Strength Ratio
 +
 
 +
Strength Ratio dapat dihitung dengan rumus berikut
 +
 +
Dan dari rumus tersebut, kita mendapatkan Strength Ratio sebesar 0.0058126
 +
 +
 
 +
7. Menentukan jumlah, faktor keefektifnan inspeksi, dan mengitung posterior probabilities
 +
 
 +
Pertama, kita harus mengetahui jumlah inspeksi yang pernah dilakukan pada aset ini dan keefektifan inspeksinya. Aset ini baru diinspeksi sekali dengan tingkat keefektifan B. Lalu kita dapat menghitung faktor keefektifan inspeksi dengan rumus berikut
 +
 +
Nilai Co (conditional probability) didapat dari tabel berikut
 +
Tabel 4.4 Tabel Conditional Probability
 +
 +
Nilai Pr (Prior Probability) didapat dari tabel berikut
 +
Tabel 4.5 Tabel Prior Probability
 +
 +
 
 +
Dari semua nilai yang kita miliki, kita mendapatkan hasil sebagai berikut
 +
 
 +
Ithin1 0.56
 +
 
 +
Ithin2 0.03
 +
 
 +
Ithin3 0.005
 +
 
 +
 
 +
 
 +
POthinP1 0.94117647
 +
 
 +
POthinP2 0.05042017
 +
 
 +
POthinP3 0.00840336
 +
 
 +
Setelah didapat nilai-nilai tersebut, kita dapat menghitung Parameter of Reliability dengan rumus berikut
 +
〖β1〗_^Thin= (1-Art-〖SRp〗_^Thin)/√(0.04 Art2+ 0.04(1-Art)2+ 0.0025(SRpThin)2 )
 +
〖β2〗_^Thin= (1-2Art-〖SRp〗_^Thin)/√(0.16 Art2+ 0.04(1-2Art)2+ 0.0025(SRpThin)2 )
 +
〖β3〗_^Thin= (1-4Art-〖SRp〗_^Thin)/√(0.64 Art2+ 0.04(1-4Art)2+ 0.0025(SRpThin)2 )
 +
Dengan rumus ini, didapatkan hasil sebaga berikut
 +
 
 +
β1 4.92267155
 +
 
 +
β2 4.73818979
 +
 
 +
β3 2.4043699
 +
 
 +
 
 +
8. Menghitung Df
 +
 
 +
Setelah itu, baru dapat menghitung Base Damage Factor dengan rumus berikut
 +
 +
Dari rumus ini, didapat nilai Base Damage Factor sebesar 0.4392621
 +
 +
 
 +
9. Menghitung Df final
 +
 
 +
Setelah mendapatkan Base Damage Factor, kita dapat menghitung Damage Factor dengan mengalikan Base Damage Factor dengan faktor-faktor pengali lainnya, antara lain:
 +
 +
Online Monitoring, ditentukan dari kemampuan asset untuk dimonitor secara online
 +
 +
Injection Point, dipengaruhi oleh tingkat keefektivan inspeksi pada titik injeksi. Bila inspeksi pada injection point efektif, Fip=1, bila tidak, Fip=3
 +
 +
Dead Legs, bila terdapat dead leg pada aset. Bila ada, Fdl=3, bila tidak, Fdl=1
 +
 +
Welded Construction, bila konstruksi dilas, faktor pengali Fwd=1, bila tidak, Fwd=10
 +
 +
Maintenance, hanya berlaku pada atmospheric storage tank
 +
 +
Settlement, hanya berlaku pada atmospheric storage tank
 +
Berikut nilai adjustment factor yang digunakan
 +
 
 +
Fip 3
 +
 
 +
Fdl 3
 +
 
 +
Fwd 10
 +
 
 +
Fam 1
 +
 
 +
Fsm 1
 +
 
 +
Fom 1
 +
 
 +
Setelah Base damage factor dikali dengan Adjustment Factor, didapatkan nilai Damage Factor Thinning sebesar '''39.533593'''
 +
 
 
= Bab 5: Site Visit =  
 
= Bab 5: Site Visit =  
 
= Bab 6: Penutup =
 
= Bab 6: Penutup =

Revision as of 17:08, 26 October 2019

Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Metode Penulisan
BAB 2 DESKRIPSI PERUSAHAAN
2.1. Profil Perusahaan
2.2. Sejarah Perusahaan
2.3. Visi dan Misi
2.4. Proyek Perusahaan
2.5. Lokasi dan Tata Letak Pabrik
BAB 3 METODE PENULISAN
3.1. Pendahuluan
3.2. Strategi Integrity Management (IM)
3.2.1. Perencanaan dan penjadwalan program
3.2.2. Inspeksi dan Corrosion Monitoring
3.2.3. Penilaian Hasil Inspeksi dan Rekomendasi
3.2.4. Mitigasi dari Hasil Penilaian
BAB 4 ANALISIS DATA
4.1. Perencanaan RBI pada LPRO-LPV-6
4.1.1. Perhitungan Probability of Failure (PoF)
4.1.2. Perhitungan Consequence of Failure (CoF)
4.1.3. Perencanaan Waktu Inspeksi dari RBI
4.2. Inspection dan Corrosion Monitoring pada Piping KLB Train A Discharge Aftercooler
4.3. Penilaian Hasil Inspeksi dan Rekomendasi
4.4. Mitigasi dari Hasil Penilaian
BAB 5 SITE VISIT
5.1. Pendahuluan
5.2. Deskripsi Fasilitas
5.3. Deskripsi Alat
5.3.1. Pig Receiver (MK-R-50-01)
5.3.2. Inlet Slug Catcher (MK-V-51-01)
5.3.3. Filter Separator (MK-V-54-01)
5.3.4. Pig Launcher (MK-L-56-01)
5.3.5. Liquid Holding Tank (MK-T-57-01)
5.3.6. Slop Pump (MK-P-58-01)
5.4. Deskripsi Proses
BAB 6 PENUTUP
6.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA


Bab 1: Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Proses belajar-mengajar yang didapat selama duduk di bangku perkuliahan, sebagian besar merupakan pembekalan teori untuk menambah wawasan mahasiswa, yang disaji dalam berbagai metode belajar. Hal ini merupakan standar yang diterapkan pada semua universitas di Indonesia agar dapat menghasilkan lulusan sarjana yang professional, bertanggung jawab, serta ahli dibidang yang ditekuni sehingga dapat berguna bagi Bangsa dan Negara.

Namun, perlu disadari bahwa pembekalan teori yang diberikan oleh pihak universitas tidaklah cukup untuk menjawab tantangan yang ada di dunia kerja. Dunia kerja saat ini tidak hanya menuntut lulusan sarjana yang berwawasan luas namun juga memiliki pengalaman kerja. Pengalaman ini merupakan praktik langsung dari teori yang telah didapatkan di bangku kuliah dan merupakan aplikasi dari teori tersebut, sehingga para lulusan sarjana dapat lebih mengembangkan potensi diri. Oleh karena itu, untuk menjawab tantangan tersebut, perlu adanya suatu metode yang tepat agar lulusan sarjana di Indonesia tidak hanya menguasai teori yang diberikan, namun juga dapat lebih memahami aplikasi dari teori tersebut yang ada di dunia kerja sebagai gambaran kedepannya. Hal ini menjadi kewajiban bagi mahasiswa untuk dapat menerapkan ilmu yang didapat sesuai kondisi di lapangan. Karena perlu disadari bahwa pemahaman teori serta penerapan secara lagsung dari teori tersebut harus berjalan seimbang. Untuk menjawab permasalahan yang telah disebutkan, program studi Teknik Mesin, Universitas Indonesia, mewajibkan semua mahasiswanya untuk mengikuti mata kuliah kerja praktik, yang merupakan salah satu syarat kelulusan pada tingkat sarjana. Kerja praktik ini dilaksanakan agar mahasiswa dapat memahami lebih dalam tentang aplikasi dari teori-teori yang diberikan di bangku kuliah, serta dapat melihat dan mengamati tentang dunia kerja sebagai salah satu pengalaman yang edukatif untuk calon sarjana di program studi ini. Terlebih, saat ini perusahaan nasional atau multinasional membutuhkan calon tenaga kerja yang berpengalaman dibidangnya masing-masing. Lingkup kerja praktik dibatasi pada tahap observasi di lapangan yang diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengenalan awal bagi mahasiswa terhadap kondisi nyata di lapangan serta menambah ilmu dan memperluas wawasan mahasiswa, khususnya dalam profesi Teknik Mesin. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa mahasiswa juga dapat mengikuti praktik awal di lapangan yang dapat menambah pengalaman mahasiswa sebelum terjun ke dunia kerja. Hal ini dapat dicapai apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh serta partisipasi dari berbagai pihak dalam memberikan bimbingan mahasiswa, sehingga para sarjana baru (fresh graduate) di Indonesia memiliki bekal yang cukup untuk dapat berkompetisi di dunia kerja.

1.2. Tujuan

1. Mendapatkan pengalaman yang aplikatif dan pengenalan tentang dunia kerja yang akan dijalani khususnya dalam bidang minyak dan gas.
2. Mendapatkan wawasan tentang dunia kerja yang akan dijalani oleh seorang mechanical engineer, khususnya pada perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas.
3. Mendapatkan pengetahuan tentang unit-unit utama yang digunakan pada proses produksi dan pengolahan minyak dan gas sebelum dijual kepada konsumer, khususnya static equipment yang digunakan.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

1.3.1. Waktu Pelaksanaan

Durasi kerja praktik yang dilaksanakan di PT Pertamina Hulu Energi ONWJ adalah selama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 31 Agustus 2019. Kerja praktik berlangsung selama 45 hari kerja, di mana kerja praktik ini dilaksanakan pada hari Senin hingga Jumat setiap pekannya. Setiap harinya, kerja berlangsung selama 9 (sembilan) jam, mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Konsultasi dengan pembimbing tidak secara terjadwal. Konsultasi tidak hanya dilakukan dengan pembimbing saja, namun juga dengan beberapa individu di perusahaan sesuai dengan ruang lingkup pekerjaannya. Konsultasi ini dilakukan apabila penulis memiliki materi seputar laporan yang ingin ditanyakan, materi yang berkaitan dengan ilmu Teknik Kimia, atau ketika ingin melaporkan progress. Setiap akhir pekannya, yakni hari Jumat, diadakan presentasi untuk memberikan laporan hasil kerja dalam seminggu, dalam bentuk MS-Excel atau MS-Powerpoint.

1.3.2. Tempat Pelaksanaan

Kerja praktik dilaksanakan di PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Aktivitas kerja praktik sehari-hari dilaksanakan di Perkantoran Hijau Arkadia, Tower F, Lantai 11. Selain itu, penulis juga mengunjungi salah satu Onshore Receiving Facility (ORF) milik PT PHE ONWJ, yakni adalah ORF Muara Karang. Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2019.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kerja praktik yang dilakukan penulis dalam rangka mengumpulkan data serta pembuatan laporan selama kerja praktik adalah sebagai berikut:
• Mengumpulkan informasi dan data yang berkaitan dengan proses yang dilakukan oleh PT PHE ONWJ.
• Diskusi dengan staff di Departemen Facility Integrity.
• Diskusi dengan pembimbing lapangan serta dosen pembimbing kerja praktik.
• Mengerjakan tugas yang diberikan selama pelaksanaan kerja praktik.

1.5. Metode Penulisan

Secara umum, pembahasan yang disajikan dalam laporan kerja praktik ini adalah penjelasan mengenai perusahaan tempat penulis melakukan kerja praktik, profil perusahaan, penjelasan mengenai proses keseluruhan yang terjadi di BNA P/F pada area Bravo F/S, serta penjelasan mengenai hasil evaluasi safety berdasarkan pemasangan safety device pada unit dan proses serta sizing-nya juga pada NUI BNA P/F. Penulisan laporan kerja praktik ini tersusun dari beberapa bab, antara lain:
• Bab 1: Pendahuluan
• Bab 2: Deskripsi Perusahaan
• Bab 3: Metode Penulisan
• Bab 4 : Analisis Data
• Bab 5: Site Visit
• Bab 6: Penutup

Bab 2: Deskripsi Perusahaan

2.1. Profil Perusahaan

2.1.1. Logo Perusahaan

PHE ONWJ.png

Gambar 2.1 Logo PT Pertamina Hulu Energi ONWJ

(Sumber: pheonwj.pertamina.com)


2.1.2. Informasi Umum

PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java atau disingkat PHE ONWJ merupakan anak perusahaan dari PT Pertamina (Persero). PT PHE ONWJ beroperasi sejak 1971 dan dikenal keandalannya dalam mengoperasikan lapangan minyak dan gas bumi lepas pantai. Area operasi PT PHE ONWJ membentang dari Kepulauan Seribu sampai utara Cirebon, seluas 8.300 km2 dengan fasilitas meliputi 670 sumur, 170 platform air dangkal, 1.600 kilometer pipa subsea, dan 40 tempat pengolahan dan fasilitas pelayanan. Pada 2016, target produksi PT PHE ONWJ adalah 38.000 BOPD dan 165 MMSCFD. Memiliki standar operasional dengan standar internasional, PT PHE ONWJ beroperasi dengan komitmen yang mendasari untuk pengembangan kelangsungan produksi dan bisnis yang akan memperkuat pilar perekonomian nasonal. Tujuan strategis PT PHE ONWJ adalah menjalankan operasi yang aman dan andal, meningkatkan produksi dengan efisien dan komersial, berfokus pada kegiatan penambahan cadangan, dan pengembangan teknologi. Dengan tujuan tersebut, didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan teknologi modern, PT PHE ONWJ terus melakukan aktivitas untuk mengoptimisasi produksi minyak dan gas bumi demi mendukung visi Pertamina untuk menjadi perusahaan energi nasional yang berkelas dunia.


2.2. Sejarah Perusahaan

• 1966: IIAPCO dan Pertamina menandatangani Kerjasama Produksi (PSC) untuk konsesi area lepas pantai Utara Jawa Barat. Izin pemerintah menyusul setahun kemudian.

• 1967: Perusahaan Eksplorasi Sinclair mendapatkan hak beroperasi untuk ONWJ dari IIAPCO. PSC ONWJ antara Eksplorasi Sinclair dan Pertamina disetujui oleh pemerintah Indonesia.

• 1968: Kapal pengebor R&BE Thornton, unit pengeboran lepas pantai pertama yang memasuki perairan Indonesia, mengebor sumur eksplorasi E-1.

• 1969: Penemuan lapangan APN di dekat sumur A-1.

• 1971: Perusahaan Eksplorasi Sinclair secara resmi berubah menjadi Atlantic Richfield Indonesia Inc. Presiden Indonesia, Soeharto, meresmikan Lapangan Ardjuna dan Echo Flow Station pada tanggal 1 September.

• 1972: Lapangan Bravo mulai beroperasi dari anjungan BD.

• 1973: Lapangan Kilo mulai produksi minyak mentah dari anjungan KA.

• 1974: Anjungan LA mulai memprduksi minyak mentah Lima. Lima Flow Station selesai mengakumulasi minyak mentah Lima.

• 1975: Lapangan Uniform memulai produksi minyak mentah Ardjuna.

• 1976: Perayaan 100 juta barel produksi minyak mentah Ardjuna. Produksi pertama minyak mentah Arimbi, di produksi dari lapanan X-Ray. Pembangkit NGL, pembangkit lepas pantai pertama mulai beroperasi.

• 1977: Pengisian LPG Ardjuna Sakti pertama, terobosan penyimpanan LPG.

• 1980: Perayaan 300 juta barel produksi minyak mentah Ardjuna dan pengangkatan ke-1000 minyak mentah Bima dari lapangan Zulu.

• 1985: Perayaan 500 juta barel minyak mentah Ardjuna, ZUD-4 dibor. Sumur horizontal pertama yang dibor di Indonesia.

• 1986: Pengangkatan ke-2000 minyak mentah Ardjuna dimuat ke penyulingan Cilacap. Produksi pertama minyak mentah Bima dari lapangan Zulu.

• 1987: Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia, Prof. Dr. Soebroto, menyaksikan pemuatan minyak mentah Bima ke Jepang.

• 1992: Perjanjian jual beli untuk pasokan gas ke Muara Karang.

• 1993: Pengiriman gas pertama ke PLN Tanjung Priok.

• 1994: Perayaan 25 tahun ONWJ beroperasi di Indonesia

• 1995: ONWJ mencapai satu juta barel produksi minyak pada bulan Mei.

• 1996: ONWJ menerima penghargaan Lingkungan dari Pertamina dan pengiriman gas pertama ke Perusahaan Gas Negara (PGN)

• 1997: Terminal ARCO Ardjuna merayakan satu milyar barel pengangkatan minyak mentah Ardjuna.

• 2000: Gabungan antara BP (British Petroleum), ARCO, Amoco, dan Bumah Bristol.

• 2001: Perayaan 30 tahun ONWJ beroperasi di Indonesia, dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bapak Purnomo Yusgiantoro, serta dimulainya pengembangan proyek APN.

• 2002: Pada tanggal 7 Nopember, menerima ISO-14001 pertama untuk fasilitas lepas pantai pertama di Bravo dan kompleks pembangkit, serta untuk Gudang Marunda.

• 2004: Pada tanggal 1 Juni, menerima ISO-14001 di area Mike-Mike.

• 2009: Pada bulan Juli, divestasi BP West Java ltd. Dari BP menjadi Pertamina, diikuti dengan perubahan nama perusahaan menjadi Pertamina Hulu Energi ONWJ ltd.

• 2010: Menerima penghargaan di bidang HSE untuk 2010 Zero Accident Award untuk pencapaian 12 juta jam kerja tanpa kecelakaan dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

• 2011: Proper Kementrian Lingkungan Hidup – Peringkat Hijau, Sertifikasi ISO-14001 untuk 16 fasilitas, MURI Award – Sertifikasi ISO untuk fasilitas offshore, Pertamina HSSE Award – Patra Adikriya Bhuni Utama.

• 2012: Menakertrans Award – Penghargaan K3 untuk Marunda Shorebase, Proper Kementrian Lingkungan Hidup – Peringkat Hijau.

• 2013: 127 Anjungan PHE ONWJ tersertifikat Kelayakan Konstruksi (April 2013), Proyek Lima Subsidence, proyek pertama kali di dunia, sukses dilaksanakan.

• 2014: Proyek GG yang meliputi pembangunan OPF Balongan, Anjungan Lepas Pantai tak berpenghuni GGA dan penggelaran pipa bawah laut.

• 2015: Proyek KL Gas Lift Compressor selesai dilakukan.


2.3. Visi dan Misi

2.3.1. Visi Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi lepas pantai dengan kinerja operasi unggul berkelas dunia yang memberikan laba kompetitif, berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup serta memberi manfaat terhadap perikehidupan masyarakat.

2.3.2. Misi

• Menjalankan operasi eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi secara aman dan andal berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

• Meningkatkan efisiensi operasi dan secara konsisten berupaya menurunkan jejak lingkungan perusahaan melalui pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

• Memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan.


2.4. Proyek Perusahaan

2.4.1. Lima Subsidence Remediation

Memaksimalkan cadangan yang tersisa di Lapangan LIMA dengan melakukan proyek pengangkatan anjungan yang tersinkronasi menggunakan Sistem Synchronized Hydraulic Jacking setinggi 4 meter (LCOM, LSER, LPRO, Flare tripods danjembatan).

2.4.2. UL Field Development

Proyek ini bertujuan untuk mengambil potensial cadangan minyak sebesar 2,200 BOPD dan gas sebesar 9.5 MMSCFD dari Lapangan UL, guna memenuhi kebutuhan gas pasar domestik dan menambah produksi minyak dan gas Pertamina Hulu Energi ONWJ. Lingkup kerja proyek ini adalah pemasangan 1 (satu) unit anjungan tripod (ULA) termasuk fasilitas produksi pendukungnya, pemasangan pipa penyalur bawah laut ukuran 12” sepanjang 6.1 kilometer dari anjungan ULA ke anjungan terpasang UWJ, modifikasi anjungan yang sudah ada yaitu anjungan UWJ, UWA dan UPRO.

2.4.3. GG Field Development

Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gas sekarang dan kedepannya untuk daerah Jawa Barat. Outcome jumlah produksi yang ditargetkan sebesar 80 BSCF dengan durasi produksi sekitar 10 tahun. Lingkup kerja proyek ini adalah membangun 1 (satu) NUI GGA 4 kaki, menggelar 35 km 12” Jalur Pipa Export Pipeline dari NUI GGA ke OPF, membangun Onshore Processing Facility di Balongan, dan menggelar jalur pipa ekspor dari OPF ke PEP.

2.4.4. KL Gas Lift Compressor

Proyek ini bertujuan mempertahankan laju produksi minyak di area KL (1,600 BOPD), terkait dengan menurunnya tekanan gas lift dari sumur existing yang ada dan kesempatan untuk menambah laju produksi di area KL sebesar s/d 1,400 BOPD dan 9 MMSCFD dengan program optimasi sumur dan pemasangan Gas Lift Compressor. Ruang lingkup pekerjaannya adalah pemasangan paket Gas Turbine Compressor (2 x 50%) dengan kapasitas 4.5 MMSCFD di anjungan KLB, modifikasi anjungan KLA, KLB dan KLC di akibatkan oleh adanya penambahan sistem gas lift ini, dan pemasangan 2 pipeline baru berdiameter 4” dan 10” antara anjungan KLA – KLB sejauh 1.0 mil.


2.5. Lokasi dan Tata Letak Pabrik

Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java memiliki tiga gas ORF (Onshore Receiving Facility), yaitu Muara Karang, Tanjung Priok, dan Cilamaya, dan satu OPF (Onshore Processing Facility) di Balongan. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java memusatkan proses produksinya di lapangan-lapangan lepas pantai di mana terdapat beberapa flow station. Terdapat lebih dari 100 platform yang berada di blok ONWJ. Tabel 2.1 menunjukkan koordinat dari beberapa flow station Offshore North West Java sedangkan Gambar 2.2 merupakan peta yang memberikan gambaran alur produksi Offshore North West Java saat periode kerja praktik berlangsung.

Tabel 2.1 Koordinat Flow Station PT PHE ONWJ

No Lokasi Koordinat Deskripsi
S E
1 Zulu 05 22' 30" 107 01' 30" West Section
2 Papa 05 46' 00" 107 01' 30" West Section
3 Mike-Mike 05 52' 20" 107 01' 30" West Section
4 Bravo 05 54' 51" 107 01' 30" East Section
5 Lima 05 53' 45" 107 01' 30" West Section
6 KLA 06 02 49 107 01' 30" West Section
7` Central Plant 05 54' 50" 107 01' 30" East Section
8 Echo 05 54' 42" 107 01' 30" East Section
9 Foxtrot 06 01' 20" 107 01' 30" East Section
10 Uniform 06 06' 16" 107 01' 30" East Section

(Sumber: Central Plant Operating Envelope, 2014)

Aliran minyak dari beberapa flow station akan dialirkan melalui pipa bawah tanah dan akan berpusat di Central Plant. Minyak akan diolah di Central Plant dan dialirkan ke FSO (Floating Storage Offloading) Arco Ardjuna yang dilengkapi dengan dua SPM (Single Point Mooring) untuk penjualan minyak ke pihak ketiga. Untuk aliran gas dari beberapa flow station akan dialirkan dan berpusat di dua flow station, yaitu Central Plant dan di Papa F/S. Aliran gas dari olahan Central Plant akan dialirkan menuju ORF Cilamaya, sedangkan aliran gas dari Papa F/S akan dialirkan ke ORF Muara Karang lalu menuju ke ORF Tanjung Priok. OPF Balongan mendapatkan pasokan gas dari NUI-NUI di area GG F/S.

ONWJmap.png

Gambar 2.2 Peta Letak Fasilitas PT PHE ONWJ (Onshore dan Offshore) (Sumber: Central Plant Operating Envelope, 2014)

Bab 3: Metode Penulisan

3.1. Pendahuluan

Dalam industri oil and gas, banyak sekali perangkat (yang sering kali disebut juga dengan istilah asset) yang bekerja secara terus menerus. Oleh karena itu, kelayakan dari setiap aset perlu dijaga agar tidak terjadi kegagalan yang dapat menimbulkan downtime dan juga production loss yang akan menyebabkan kerugian operasional. Untuk memastikan aset-aset yang dioperasikan oleh Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java masih dalam kondisi layak pakai, Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java memiliki prosedur yaitu Surface Facility Integrity Management System, disingkat SFIMS. Tujuan utama dari SFIMS adalah untuk memastikan segala alat proses yang terjadi di Pertamina fit for service, agar tidak terjadi loss of containment untuk menjaga keamanan dan keterjaminan produksi.

Dari tujuan tersebut, SFIMS memiliki objektif sebagai berikut:

• Menggunakan Strategi Inspection, Maintenance, Repair (IMR) sebagai skema utama untuk mengendalikan integritas dari surface facility PHE ONWJ

• Memastikan surface facility pada PHE ONWJ memiliki lisensi untuk beroperasi sesuai jurisdiksi Indonesia, syarat dari PHE ONWJ, dan lingkungan.

• Sebagai satu kesatuan dari syarat perusahaan untuk meningkatkan efisiensi produksi

• Menyediakan area kerja dan lingkungan yang aman dengan cara mengurangi anomali dalam integritas aset dan mendukung operasi yang terpercaya.

Aset yang dapat dicover dalam SFIMS terfokus pada topside mechanical-static equipment yaitu:

• Piping Process System

• Pressure Vessel

• Heat Exchanger

Dan kedepannya, SFIMS juga akan berkembang agar dapat digunakan pada storage tank dan flare stack.


3.2. Strategi Integrity Management (IM)

Sistem Integrity Management PHE ONWJ dikembangkan dari Integrity Management Cycle (IM Cycle), dimana strategi tersebut terdiri dari:

• Risk Based Inspection (RBI)

• Inspeksi, Corrosion Monitoring,

• Assessment dan Rekomendasi

• Mitigasi

• Manajemen Database (ASTRID MS)

IMCycle.png

Gambar 3.1 Integrity Managment (IM) Cycle

(Sumber: Surface Facility Integrity Management System, 2017)

Pada laporan ini, penulis akan menjelaskan dan melakukan IM Cycle pada dua aset, yaitu Piping KLB Train A Discharge Aftercooler dan RBI Assesment pada LPRO-LPV-6 (atmospheric separator)

3.2.1. Perencanaan dan penjadwalan program

Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java memiliki banyak sekail platform dan NUI dimana di dalamnya terdapat banyak sekali aset yang integritasnya harus kita jaga. Dengan aset yang sangat banyak, tentu sangat tidak efisien dan mahal bagi perusahaan untuk melakukan inspeksi pada semua titik. Oleh karena itu, Petamina Hulu Energi Offshore North West Java menggunakan sistem Risk Based Inspection (RBI) untuk menentukan aset mana yang perlu diinspeksi. RBI pada dasarnya adalah melakukan penilaian risko sebuah aset agar kita dapat memprioritaskan aset mana yang butuh diinspeksi, dan mana yang tidak. Dua kriteria utama yang akan menentukan sebuah aset masih layak untuk dioperasikan adalah Probability of Failure (PoF) dan Consequence of Failure (CoF).

RBImatrix.png

Gambar 3.2 Matrix RBI Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

Dari matrix diatas, bisa dililhat bahwa ada risk target yang dimiliki oleh perushaan. Tiap aset yang dimiliki oleh PHE ONWJ harus dijaga integritasnya agar tidak melewati risk target yang ada. Setelah PoF dan CoF dihitung, kita dapat menentukan dimana letak aset kita dalam matrix RBI dengan tabel berikut:

Tabel 3.1 Pengkategorian PoF dan CoF

Range.png

(Sumber: API 581, 2016 3rd edition)

3.2.1.1 Probability of Failure

Probability of Failure (PoF) merupakan perhitungan probabilitas suatu aset mengalami kerusakan. PoF dihitung dengan rumus sebagai berikut


Pf (t)=gff∙FMS∙Df (t)


Pf (t) = Probability of Failure

gff = Generic Frequency Failure

FMS = Management Systems Factor

Df(t) = Damage Factor


Dari rumus di atas, bisa kita lihat bahwa PoF merupakan fungsi waku. Sama seperti tubuh kita, semakin tua sebuah aset, semakin mungkin aset tersebut mengalami kegagalan. Generic Frequency Failure (GFF) merupakan angka berupa kegagalan per tahun yang diambil dari kegagalan aset yang serupa dari berbagai macam industri dan digunakan untuk segala damage factor.

Management System Factor (Fms) FMS merupakan penilaian terhadap sistem manajemen yang dilihat dari Process Safety Integrity Management (PSIM) sebuah perusahaan yang memiliki efek langsung terhadap mechanical integrity dari peralatan. Berdasarkan API 581, skoring FMS dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap 13 key elements sistem manajemen fasilitas perusahaan, sebagai berikut:

Leadership and Administration

Process Safety Information

Process Hazard Analysis

Management of Change

Operating Procedures

Safe Work Practices

Training

Mechanical Integrity

Pre-Startup Safety Review

Emergency Response

Incident Investigation

Contractors

Audits


Evaluasi masing-masing key elements tersebut akan dilakukan dengan melakukan serangkaian interview berbasis questionnaire (seperti yang ada pada lampiran API 581) kepada Plant Management, Operations, Inspection, Maintenance, Engineering, Training, & Safety personnel. Fms ini dihitung dnengan cara mengkonversi skor evaluasi sistem manajemen menjadi faktor pengali, dimana rumus ini berdasar dengan cara menggunakan asumsi bahwa rata-rata plant akan mendapat skor 50%. Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung Fms


Dalam penentuan skoring FMS di laporan ini, menggunakan Skoring PHE ONWJ PSIM Rolling Plant tahun 2017. Nilai FMS yang digunakan = 0.13 Damage Factor (Df) merupakan perhitungan kerusakan berdasarkan suatu mekanisme kerusakan yang dapat terjadi pada sebuah aset. Berdasarkan API 581, kerusakan tersebut dapat berupa :

Thinning (general and localized)

Component lining degradation (internal)

External damage (corrosion and stress corrosion cracking)

Stress Corrosion Cracking

High Temperature Hydrogen Attack

Mechanical Fatigue (piping)

Brittle Fracture (including material embrittlement)


Dalam laporan ini, penulis akan fokus dalam perhitungan PoF dengan (internal) thinning sebagai damage factor.

Itung.png

Gambar 3.4 Cara menentukan DF thinning

(Sumber: API 581, 2016 3rd edition)


3.2.1.2Consequence of Failure

Dalam API 581, CoF didefinisikan sebagai loss of containment dari fluida berbahaya yang dapat mengakibatkan kerusakan komponen di sekitarnya, kecelakaan pekerja, kerugian produksi dan juga dampak pencemaran lingkungan. Pada akhirnya, konsekuensi yang kita hitung adalah konsekuensi area yang kemudian dikonversikan ke dalam bentuk finansial/uang yang kita keluarkan bila suatu komponen mengalami kerusakan. Berikut merupakan rumus dan metodologi yang digunakan untuk menghitung CoF

FC= 〖FC〗_cmd+〖FC〗_affa+ 〖FC〗_prod+〖FC〗_inj+〖FC〗_environ


〖FC〗_cmd = (Equipment repair/replacement) x (material cost)

〖FC〗_affa = (Equipment damage area) x (equipment replacement cost)

〖FC〗_prod = (Production Cost/day) x (Outage time (days))

〖FC〗_inj = (lnjury Area) x (population density) x (lnjury Cost)

〖FC〗_environ = Environmental Cost

Component Damage Cost (FCcmd¬¬) merupakan biaya perbaikan yang akan dikeluarkan bila terjadi kebocoran pada pipa dan dipengaruhi oleh variabel-variabel sebagai berikut:

Hole cost pipe ($)

Hole cost pressure vessel ($)

Material cost factor ($)

Damage Cost Affacted Area (FCaffa) merupakan biaya perbaikan yang akan dikeluarkan untuk peralatan di sekitar aset yang gagal dan dipengaruhi oleh variabel berikut:

Equipment Cost ($/m2)

Business Interruption (FCprod) merupakan kerugian yang disebabkan oleh berhentinya produksi saat terjadi kegagalan. Kerugian itu dipengaruhi oleh variabel-variabel sebagai berikut:

Outage days (n) for Pipe

Outage days (n) for Pressure Vessel

Outage Multiply

Production cost ($/days)

Personnel Injury (FCinj) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengganti rugi kecelakaan pekerja. Kerugian itu dipengaruhi oleh variabel-variabel sebagai berikut:

Population density (people/m2)

Injured cost ($/people)

Environmental Cost (FCinj) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membersihkan minyak yang tumpah ke laut. Kerugian itu dipengaruhi oleh variabel-variabel sebagai berikut:

Environmental Cost ($/barrel)

File:Cof calc.png Gambar 3.5 Metodologi perhitungan CoF (Sumber: API 581, 2016 3rd edition)

3.2.2. Inspeksi dan Corrosion Monitoring

Tujuan utama dari inspeksi adalah menghilangkan ketidakpastian pada sebuah aset. Inspeksi dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan sesuai RBI Assesment sebelumnya, terkecuali untuk fin fan cooler dimana time based inspection digunakan untuk menentukan jadwal inspeksi. Corrosion Monitoring dilakukan untuk mengidentifikasi tanda-tanda korosi secara dini pada suatu peralatan proses. Menentukan parameter-parameter dalam servis fluida yang dapat menciptakan lingkungan yang korosif di dalam peralatan proses. Inspeksi dilakukan secara eksternal dan internal. Inspeksi eksternal biasanya berupa inspeksi secara visual terhadap cat, coating, dan juga kondisi flange dan bolt. Inspeksi internal biasa dilakukan pada pressure vessel dan juga ACHE (Air Cooled Heat Exhanger) dengan menggunakan manhole pada pressure vessel atau borescope pada ACHE. Selain inspeksi visual, juga dilakukan pengukuran ketebalan aset dengan menggunakan ultrasonic test, radiography, atau metode non-destruktif lainnya.

3.2.3. Penilaian Hasil Inspeksi dan Rekomendasi Hasil inspeksi yang dilakukan nantinya akan dinilai untuk menentukan follow-up action yang diperlukan untuk aset tersebut mitigasi juga dapat ditentukan secara kuantitatif (perhitungan MAWP atau Maximum Allowable Working Pressure) ataupun kualitatif (berdasarkan penilaian visual untuk korosi eksternal yang dibagi menjadi empat kategori : baik, cukup, kurang, buruk) MAWP atau Maximum Allowable Working Pressure merupakan tekanan maksimal yang dapat diberikan pada alat bertekanan. Rumus MAWP pun ini sama dengan hoop stress (tegangan keliling) karena mayoritas alat bertekanan berbentuk silinder.

Tabel 3.2 Pengkategorian dan penentuan hasil inspeksi

Inspec.png

(Sumber: Surface Facility Integrity Management System, 2017)


3.2.4. Mitigasi dari Hasil Penilaian

Bila dari hasil inspeksi diperlukan perbaikan pada aset, berikut adalah rekomendasi yang sekiranya dapat memperpanjang umur dari sebuah aset. Tabel berikut memberikan informasi mengenai tindakan yang sekiranya dapat dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan pada aset.


Tabel 3.3 Follow-up action untuk fasilitas statis

Mitig.png

(Sumber: Surface Facility Integrity Management System, 2017)  

Bab 4 : Analisis Data

4.1. Perencanaan RBI pada LPRO-LPV-6

Sebelum kita memulai perhitungan, kita perlu melakukan pendataaan terhadap aset yang ingin kita RBI. Berikut data dari aset LPRO-LPV-6:

• Name : LPV-6

• Location : LPRO

• Size : 84”OD x 20’—0” S/S

• Nominal wall thickness : 0.3125 inch

• Material : Carbon Steel 5A 516 Gr.70

• Operating Pres./Temp. : 25 psig / 80°F

• Design Pres./Temp. : 50 psig / 150°F

• Year Commisioned : 2014

• Last Inspection Year : 2017

• Representative Fluid : C17-C25

• Yield Strength : 32000 psig

• Tensile Strength : 60000 psig

• Allowable Stress : 20000 psig

• Liquid percent : 50%

• Times inspected : 1

• H¬2S Fraction : 0.0021


4.1.1. Perhitungan Probability of Failure (PoF)

Menggunakan metodologi yang sudah dijelaskan di BAB 3, berikut cara-cara menghitung Probabilty of Failure dari suatu komponen.


1. Menentukan Corrosion Rate

Untuk menghitung corrosion rate, digunakan rumus sebagai berikut

Corrosion Rate (LT)=(t_initial - t_actual)/(time(years)between〖 t〗_initial & t_actual )

2. Menentukan Service Age

Setelah itu, kita menentukan service age dengan mengurangi tahun RBI dengan tahun inspeksi terakhir

RBI Date 2019 Last Inspection Performed 2017 agetk 2 years


3. Menentukan S, E, dan Tmin

Setelah itu, kita menentukan ketebalan minimum yang dapat ditolerir dengan rumus berikut

Gambar 4.1 Rumus perhitungan minimum thickness required


DESIGN PRESSURE 50 psig

ALLOWABLE STRESS 20000 psig

OD 84 inch

Thickness Required 0.1048951 inch

4. Menghitung Art (wall loss fraction)

Fraksi wall loss dapat dihitung dengan rumus berikut

Dari rumus tersebut, kita dapat mendapatkan Art sebesar 0.1185808


5. Menghitung Flow Stress Flow Stress pada pressure vessel dapat dihitung dengan rumus berikut

Dari rumus tersebut, kita dapat nilai FSthin sebesar 50600


6. Mengitung Strength Ratio

Strength Ratio dapat dihitung dengan rumus berikut

Dan dari rumus tersebut, kita mendapatkan Strength Ratio sebesar 0.0058126


7. Menentukan jumlah, faktor keefektifnan inspeksi, dan mengitung posterior probabilities

Pertama, kita harus mengetahui jumlah inspeksi yang pernah dilakukan pada aset ini dan keefektifan inspeksinya. Aset ini baru diinspeksi sekali dengan tingkat keefektifan B. Lalu kita dapat menghitung faktor keefektifan inspeksi dengan rumus berikut

Nilai Co (conditional probability) didapat dari tabel berikut Tabel 4.4 Tabel Conditional Probability

Nilai Pr (Prior Probability) didapat dari tabel berikut Tabel 4.5 Tabel Prior Probability


Dari semua nilai yang kita miliki, kita mendapatkan hasil sebagai berikut

Ithin1 0.56

Ithin2 0.03

Ithin3 0.005


POthinP1 0.94117647

POthinP2 0.05042017

POthinP3 0.00840336

Setelah didapat nilai-nilai tersebut, kita dapat menghitung Parameter of Reliability dengan rumus berikut 〖β1〗_^Thin= (1-Art-〖SRp〗_^Thin)/√(0.04 Art2+ 0.04(1-Art)2+ 0.0025(SRpThin)2 ) 〖β2〗_^Thin= (1-2Art-〖SRp〗_^Thin)/√(0.16 Art2+ 0.04(1-2Art)2+ 0.0025(SRpThin)2 ) 〖β3〗_^Thin= (1-4Art-〖SRp〗_^Thin)/√(0.64 Art2+ 0.04(1-4Art)2+ 0.0025(SRpThin)2 ) Dengan rumus ini, didapatkan hasil sebaga berikut

β1 4.92267155

β2 4.73818979

β3 2.4043699


8. Menghitung Df

Setelah itu, baru dapat menghitung Base Damage Factor dengan rumus berikut

Dari rumus ini, didapat nilai Base Damage Factor sebesar 0.4392621


9. Menghitung Df final

Setelah mendapatkan Base Damage Factor, kita dapat menghitung Damage Factor dengan mengalikan Base Damage Factor dengan faktor-faktor pengali lainnya, antara lain:

Online Monitoring, ditentukan dari kemampuan asset untuk dimonitor secara online

Injection Point, dipengaruhi oleh tingkat keefektivan inspeksi pada titik injeksi. Bila inspeksi pada injection point efektif, Fip=1, bila tidak, Fip=3

Dead Legs, bila terdapat dead leg pada aset. Bila ada, Fdl=3, bila tidak, Fdl=1

Welded Construction, bila konstruksi dilas, faktor pengali Fwd=1, bila tidak, Fwd=10

Maintenance, hanya berlaku pada atmospheric storage tank

Settlement, hanya berlaku pada atmospheric storage tank Berikut nilai adjustment factor yang digunakan

Fip 3

Fdl 3

Fwd 10

Fam 1

Fsm 1

Fom 1

Setelah Base damage factor dikali dengan Adjustment Factor, didapatkan nilai Damage Factor Thinning sebesar 39.533593

Bab 5: Site Visit

Bab 6: Penutup