Konsep infinite by titin nuryawati
Tanggal: 4 Feb 2019
Contents
Konsep Infinite
Infinite adalah konsep sesuatu yang tidak terbatas, tidak berakhir, dan tanpa batas. Biasa disimbolkan dengan ∞. Konsep Infinite biasa digunakan dalam bidang Matematika, Fisika dan Metafisika.
Infinite dalam Matematika
Yunani kuno mengekspresikan infinite sebagai tidak terikat, tak tentu, tidak terdefinisi, dan tidak berbentuk. Konsep infinite pertama muncul saat Phytagoras mengemukakan rasio antara sisi miring dengan sisi mendatar dan tegaknya. Anggapan semula adalah bahwa rasio tersebut dapat dinyatakan dalam angka (0, 1, 2, 3 ….), tetapi kemudian mereka terkejut saat mengetahui bahwa sisi diagonal dan sisi lainnya tidak dapat dibandingkan dengan mengalikan atau membaginya. Dalam matematika modern hal terssbut dinyatakan bahwa rasio pitagoras merupakan bilangan Irrasional atau limit mendekati tak hingga, dengan tidak ada pengulangan angka desimal. Selanjutnya, dalam kalkulus, Isaac Newton mengemukakan teori bilangan kecil yang tak hingga untuk menghitung nilai dari sebuah turunan atau slope. Saat menghitung slope (perubahan y terhadap x) pada suatu garis yang menyentuh kurva pada titik (x,y), ditemukan bahwa sangat perlu untuk mengetahui rasio dy dan dx, dimana dy adalah perubahan y yang sangat kecil pada arah y akibat perpindahan dx yang sangat kecil dalam arah x.
Penggunaan infinite dalam metematika meningkat karena orang mau membandingkan ukuran dari infinite set, seperti serangkaian titik dalam suatu garis atau set bilangan hitung. Sebagai contoh saat membuat lingkaran konsentrik dengan radius n dan 2n seperti pada Gambar 1. Secara mengejutkan bahwa titik P pada lingkaran diluar berpasangan unik dengan P’ pada lingkaran didalamnya. Secara logika, bahwa lingkaran diluar mempunyai 2 kali lebih banyak titik dari pada lingkaran di dalamnya. Dalam konsep infinite jika lingkaran kecil mempunyai jumlah titik tak hingga, maka lingkaran diluar mempunyai titik 2 kali tak hingga.
Selanjutnya berkembang teorema Cantor yang menyatakan bahwa sembarang himpunan selalu mempunyai kardinalitas (banyaknya elemen) yang lebih kecil dari himpunan kuasanya. Teorema Cantor menyatakan bahwa jika kita mempunyai suatu himpunan apapun himpunan tersebut maka kita selalu bisa mengkontruksikan himpunan yang lebih besar dari himpunan tersebut yaitu himpunan kuasanya. Teorema Cantor berakibat yang namanya himpunan Semesta (Universal set) mustahil ada. Apa itu himpunan semesta? Yaitu himpuan terbesar yang memuat semua himpunan yang ada. Akibat teori ini adalah bahwa Himpunan Semesta mustahil ada. Sebagai buktinya, andaikan himpunan semesta U ada maka berdasarkan teorema cantor terdapat P (U) yang lebih besar dari U, Jelas suatu hal yang kontradiksi. Akibat dari teorema cantor ini dikenal dengan nama paradoks Cantor.
Infinite dalam Fisika
Dalam Fisika, konsep infinite tidak berkembang dibandingkan konsep infinite dalam matematika. Hal ini karena status fisik infinite belum ditemukan. Dalam Fisika, memungkinkan untuk melihat infinite dalam ruang, waktu, atau dimensi. Ada beberapa spekulasi bahwa, ruang 3 dimensi adalah infinite. Cosmologist percaya bahwa alam semesta dibengkokkan sedemikian rupa agar menjadi finite tapi tidak terikat, sama halnya dengan permukaan sebuah bola. Beberapa teori kosmologi menyatakan bahwa alam semesta ditempelkan pada ruang dimensi tinggi yang mungkin belum diketahui keberadaannya.
Dalam teori Big-bang sebagai awal mula penciptaan alam semesta, Cosmologist umumnya percaya bahwa alam semesta memiliki masa lalu yang panjang, dan apakah mungkin memiliki masa depan tanpa akhir. Dalam pandangan " infinite future", ruang dapat terus berlanjut seperti sekarang, dengan galaksi yang melayang semakin jauh, bintang-bintang terbakar menjadi debu, dan partikel yang tersisa kemungkinan menghilang menjadi radiasi. Berbeda halnya dalam pandangan "finite future", bencana kosmik pada waktu tertentu di masa depan dapat menghancurkan alam semesta, ruang angkasa dapat runtuh ke suatu titik, atau mungkin lembaran ruang angkasa yang paralel akan bertabrakan dengan alam semesta kita, memusnahkan segalanya. Dalam setiap skenario finite future yang berakibat bencana, spekulasi muncul bahwa akhir jagat raya dapat diikuti oleh kelahiran jagat raya baru, yang dalam hal ini masa depan dalam beberapa hal menjadi tak terbatas (infinite).
Infinite dalam Metafisika
Konteks yang paling akrab untuk membahas infnite adalah dalam metafisika dan teologi. Plato menganggap Yang Mutlak sebagai yang terbatas, semua teolog dan ahli metafisika dari Plotinus (205–270 M) berpendapat bahwa Yang Mutlak itu tidak terbatas. Apa yang dimaksud dengan "Yang Mutlak" tentu saja tergantung pada filsuf yang bersangkutan; mungkin diartikan sebagai Tuhan, pikiran universal yang menyeluruh, atau hanya kelas dari semua pemikiran yang mungkin.
Matematikawan Bernard Bolzano merumuskan argumen untuk ketidakterbatasan kelas dari semua pemikiran yang mungkin. Jika T adalah sebuah pikiran, biarkan T* sebagai gagasan "T adalah sebuah pemikiran." T dan T* pada gilirannya adalah pemikiran yang berbeda, sehingga, dimulai dengan pemikiran tunggal T, seseorang dapat memperoleh urutan pikiran yang mungkin tak berujung: T, T*, T**, T***, dan sebagainya. Beberapa orang memandang ini sebagai bukti bahwa Yang Mutlak itu tidak terbatas. Ada pengertian di mana teori himpunan dapat dianggap sebagai bentuk metafisika yang sangat matematis. Akan tetapi, kekurangan yang mencolok adalah aplikasi fisik apa pun untuk jumlah teori himpunan yang tidak terbatas. Cantor sendiri menduga bahwa alam semesta mungkin mengandung berbagai jenis materi, dengan berbagai jenis materi yang terurai menjadi kumpulan tak terbatas dengan ukuran berbeda. Tetapi tidak ada yang pernah menemukan cara untuk menggabungkan gagasan ini agar berguna dalam fisika modern.
Infinite dalam Islam
Jauh sebelum Islam datang ditemukan bahwa hampir semua umat manusia mempercayai adanya Tuhan yang mengatur alam raya ini. Meskipun diakui bahwa mereka mempercayai adanya banyak Tuhan. Kemudian Islam datang untuk meluruskan keyakinan itu dengan membawa ajaran tauhid. Islam mencoba menampilkan dan menggambarkan kepada manusia tentang ajaran keseluruhan Watak Tuhan yang memungkinkan bahasa manusia memahaminya. Islam adalah agama penghambaan kepada Allah SWT., Realitas Tertinggi, asal muasal seluruh realitas, dan kepada siapa semua kembali, karena Allah SWT. adalah asal, pencipta, pengatur, pemelihara dan akhir alam semesta.
Alquran mengatakan “keyakinan kepada yang lebih tinggi daripada alam itu sebagai kesadaran terhadap yang gaib” (QS. 2:3; 5:94). Bagi orang-orang yang suka merenunginya eksistensi Tuhan itu dapat mereka pahami, sehingga eksistensi-Nya tidak lagi diyakini sebagai sesuatu yang “irrasional” dan “tidak masuk akal”, tetapi berubah menjadi Kebenaran Tertinggi. Yang menjadi masalah di sini bukanlah bagaimana membuat manusia beriman dengan mengemukakan bukti-bukti “theologis” yang pelik dan panjang lebar mengenai eksistensi Tuhan, tetapi bagaimana membuatnya beriman dengan mengalihkan perhatiannya kepada berbagai fakta yang jelas dan mengubah fakta-fakta ini menjadi hal-hal yang mengingatkan manusia kepada eksistensi Tuhan. Dengan kata lain bahwa semua ciptaan Tuhan (alam dan seluruh isinya termasuk manusia) seharusnya membuat manusia semakin mengenal Penciptanya dan berusaha semakin dekat dengan-Nya.
Meskipun secara eksistensial manusia sadar dan mengakui adanya Tuhan, namun secara substansial manusia tidak mungkin mengetahui sosok Tuhan. Relevan dengan ini, adalah kisah pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Ibrahim, seperti yang terekam dalam Al An‟am/6:75-79: “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkan) agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inikah Tuhanku, ini yang lebih besar‟, maka tetkala matahari itu tenggelam, dia berkata: Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan“.
Kisah di atas memberikan pelajaran, betapa sesungguhnya manusia telah memiliki kesadaran terdalam terhadap eksistensi Tuhan. Tetapi, ketika manusia mencoba untuk “memperjelas” siapa (substansi) Tuhan, seperti Ibrahim yang mengira bintang, bulan, dan matahari sebagai Tuhan, maka pasti akan menemui kegagalan. Oleh karena itu, penjelasan yang bisa diterima adalah bahwa manusia tidak akan pernah tahu siapa Tuhan itu, jika hanya berdasarkan logika dan perasaannya sendiri.
Lantas bagaimana manusia mengenal Tuhan? Jawabannya, adalah ketika Tuhan sendiri yang memperkenalkan diriNya kepada manusia. Tentang siapa Dia, misalnya, Tuhan telah memberikan informasi dalam AI Qur‟an: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Thaha/20:24); “Katakanlah; Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada suatupun yang setara dengan Dia” (AI Ikhlash/112:1-4). “Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus mengurus (makhlukNya); tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang ada di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinnya? Allah mengatahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (AI Baqarah/2:255).
Penjelasan pertanyaan berapa nilai (x^2-1)/(x-1)? Jika x=1.
Persamaan ((x^2-1))/((x-1)) adalah tidak terdefinisi saat x=1, karena 0/0 adalah tak tentu (indeterminate). Tapi, jika dinyatakan sebagai suatu fungsi f(x)=((x^2-1))/((x-1)) adalah terdefinisi saat x≠1, dan tidak terdefinisi saat x=1, dengan domain definisi adalah R \ {1}. Dari pada menyelesaikannya untuk x = 1, mari kita coba mendekatinya lebih dekat dan lebih dekat:
x | (x^2 − 1)/ (x − 1) |
---|---|
0.5 | 1.50000 |
0.9 | 1.90000 |
0.99 | 1.99000 |
0.999 | 1.99900 |
0.9999 | 1.99990 |
0.99999 | 1.99999 |
… | … |
Sekarang kita tahu bahwa saat x mendekati 1 maka ((x^2-1))/((x-1)) mendekati 2.
Jika kita dekati dari sisi sebelahnya, nilainya juga mendekati 2.
x | (x^2 − 1)/ (x − 1) |
---|---|
1.5 | 2.50000 |
1.1 | 2.10000 |
1.01 | 2.01000 |
1.001 | 2.00100 |
1.0001 | 2.00010 |
1.00001 | 2.00001 |
… | … |
Sekarang kita mempunyai 2 kondisi: Saat x=1 kita tidak tahu jawabannya (indeterminate) Tapi dapat dilihat bahwa nilainya mendekati 2
Saat kita akan menjawab 2 tidak bisa, jadi dalam matematika disebut limit, yaitu Limit fungsi f(x) mendekati 1. Sehingga dapat ditulis menjadi:
lim(x→1)=〖(x^2-1)/(x-1)〗=lim(x→1)〖((x-1)(x+1))/(x-1)〗=lim(x→1) (x+1)=2
Jadi itu adalah cara khusus untuk mengatakan, "mengabaikan apa yang terjadi ketika kita sampai di sana, tetapi ketika kita semakin dekat dan semakin dekat jawabannya semakin dekat ke 2".
Jadi, sebenarnya, kita tidak bisa mengatakan apa nilai di x = 1. Tetapi kita dapat mengatakan bahwa ketika kita mendekati 1, batasnya adalah 2.
Referensi
Firdaus, 2015. Konsep Al-Rububiyah (Ketuhanan) dalam Alquran. Jurnal Diskursus Islam Volume 3 Nomor 1, Tahun 2015, Hal: 102-118.
Rudy Rucker. Infinity. https://www.britannica.com/science/infinity-mathematics.
https://www.mathsisfun.com/calculus/limits.html.