Sinopsis Tugas Besar Titin
Sinopsis Tugas Besar
Nama : Ida Ayu Nyoman Titin Trisnadewi
NPM : 1806268793
IMPLEMENTASI KONSEP ZERO ENERGY BUILDING (ZEB) DARI PENDEKATAN ECO-FRIENDLY PADA RANCANGAN BANGUNAN KOS LANTAI 3
1. Pendahuluan
Isu mengenai krisis energi yaitu energi konvensional (tak terbarukan) yang semakin lama akan semakin habis menjadi topik hangat yang marak diperbincangkan dalam perkembangan dunia saat ini. Sejumlah ilmuan telah memprediksi bahwa dalam beberapa tahun mendatang, sumber-sumber tak terbarukan, seperti minyak, gas alam, dan batu bara akan semakin langka dan tidak dapat diakses. Hal ini akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap penggunaan energi di masa depan, sehingga perlunya pengembangan sumber-sumber energi terbarukan alternatif dan implementasi konservasi energi (kebijakan efisiensi energi) dalam setiap rancangan pembangunan.
Energi kovensional (tak terbarukan) hanya tersedia dalam jumlah terbatas di bumi dan tidak dapat diregenerasi atau tergantikan dalam waktu singkat. Sumber-sumber cadangan energi tersebut semakin lama akan semakin habis, biaya penambangan menjadi meningkat, dan berdampak pada peningkatan harga jual pada masyarakat. Disaat yang bersamaan, energi konvensional tersebut menjadi faktor besar penyumbang pemanasan global dengan melepaskan emisi karbon ke atmosfir. Inilah mengapa energi konvensional dikatakan tidak ramah lingkungan, karena dengan menimbulkan polusi bagi lingkungan (udara, air dan tanah) juga berdampak pada penurunan tingkat kesehatan dan standar hidup bagi makhluk hidup yang tinggal didalamnya.
Dampak globalisasi juga terjadi pada perkembangan di bidang rancang bangun yang menjadikan bangunan sebagai salah satu pengguna energi terbesar bagi lingkungan hidup. Selain itu, dampak lain yang terjadi bagi lingkungan bahkan makhluk yang hidup didalamnya adalah efek rumah kaca dan perubahan iklim. Perancangan bangunan yang kurang memperhatikan keselarasan antara bangunan dan alam, mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, tanpa memikirkan jumlahnya yang lambat laun semakin berkurang serta kualitasnya yang semakin menurun, lebih memperburuk kondisi lingkungan alam kita. Mempertimbangkan isu-isu yang telah disebutkan tadi, maka diperlukan pendekatan arsitektur secara ramah (Eco-Friendly Architecture) sebagai upaya meminimalisir dampak buruk bagi sumber energi dan kondisi lingkungan saat ini.
Dalam bidang arsitektur, muncul istilah Eco-friendly Architecture untuk mendefinisikan desain arsitektur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pendekatan secara ekologi dilakukan dalam upaya meningkatkan keselarasan dan keseimbangan antara rancangan bangunan terhadap keberlangsungan energi dan sumber daya alam yang ada. Melalui pendekatan ini tercipta prinsip desain bangunan hemat/rendah energi yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan energi dan sebaliknya meningkatkan efisiensi energi pada bangunan. Dari prinsip desain tersebut tercipta sebuah konsep perancangan bangunan rendah energi yang disebut konsep Zero Energy Building (ZEB). Konsep ini merupakan sebuah strategi efisiensi energi yang bertujuan menghemat cadangan energi yang statusnya saat ini sedang berada dibawah tekanan. Diharapkan dengan penerapan konsep ini efisiensi energi pada bangunan akan meningkat dan secara bersamaan mampu menjaga kualitas hidup manusia serta alam sekitar. Hal ini juga dipandang sebagai solusi untuk masalah mengurangi emisi gas rumah kaca.
2. Pengertian
Eco Design atau yang juga sering disebut sebagai Green Design adalah sebuah gerakan berkelanjutan yang bertujuan menciptakan perancangan arsitektur, dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian material serta teknologi yang ramah lingkungan, serta penggunaan energi dan sumber daya yang efektif dan efisien. Istilah Eco Architecture sendiri merupakan istilah holistik yang masih luas dan mencakup semua bidang. Berbagai konsep Eco Design yang kontekstual diciptakan demi mencapai perancangan arsitektur yang selaras dengan perilaku alam serta berkonstribusi dalam melestarikan dan menjaga keberlangsungan sumber daya alam.
Bagan Prinsip Desain Ekologi Menurut Ken Yeang (2006)
Prinsip Eco “Low Energy Design” menjadi fokus dalam topik pembahasan kali ini. Prinsip Low Energy Design atau disebut juga sebagai Arsitektur Hemat Energi merupakan salah satu tipologi arsitektur hasil manifestasi dari Desain Sadar Energi (energy conscious design). Desain sadar energi merupakan salah satu paradigma arsitektur yang menekankan pada konservasi lingkungan global alami khususnya pelestarian energi yang bersumber dari bahan bakar tidak terbarukan (non renewable energy) dan yang mendorong pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Sadar energi atau penghematan energi pada dasarnya adalah bukan mengurangi konsumsi energi, melainkan lebih efisien dalam mengkonsumsi energi.
Arsitektur Hemat Energi berlandaskan pada pemikiran minimalisasi penggunaan energi tanpa membatasi/mengubah fungsi bangunan, kenyamanan dan produktifitas penghuninya dengan memanfaatkan sains dan teknologi modern. Dicapai melalui sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan instrumen hemat energi. Salah satu konsep arsitektur yang mendukung gerakan hemat energy adalah konsep Zero Energy Building (ZEB). Konsep Zero Energy Building ( ZEB ) adalah suatu upaya yang lebih progresif dalam mengurangi pemborosan dalam pemakaian energi tak terbarukan dan emisi gas rumah kaca.
Zero energy, Populer dengan istilah Zero Energy Building (ZEB), muncul di Eropa sekitar tahun 1980-an, meskipun baru 15 tahun belakangan menjadi gerakan besar dalam arsitektur. ZEB mulai populer ketika permasalahan lingkungan merambah ke ranah arsitektur. Penghematan energi dalam bangunan bukan lagi persoalan menghemat energi semata, tetapi merupakan bagian penting memangkas emisi CO2. Secara harfiah Konsep Zero Energy Bulding diartikan sebagai ”Bangunan Tanpa Energi”. Konsep Zero Energy Building Merupakan pemahaman tentang bangunan yang secara keseluruhan (net) tidak mengonsumsi energi yang bersumber dari listrik negara (PLN) maupun bahan bakar fosil. Dengan kata lain, ZEB merupakan konsepsi bangunan yang dapat mencukupi kebutuhan energinya sendiri dari sumber energi terbarukan, seperti matahari, angin, air,bahan bakar nabati, biomassa, dan biogas.
ZEB Meskipun demikian, mengingat beberapa sumber energi terbarukan, seperti energi matahari dan angin, seringkali tergantung pada kondisi cuaca yang kadang kala tidak mendukung, konsepsi ZEB masih membuka kemungkinan penggunaan energi fosil pada saat tertentu. Pada saat lain bangunan harus mampu memproduksi energi
terbarukan secara berlebih untuk mengimbangi kekurangan energi pada waktu lain. Konsepsi ZEB lebih mengarah pada total energi yang dikonsumsi bangunan, antara tekor energi (energi yang dikonsumsi dari PLN dan generator minyak), dan surplus energy (energi yang dihasilkan perangkat pembangkit energi di bangunan: sel surya, baling-baling, dan biogas). Secara keseluruhan konsumsi energi bangunan harus nol atau bahkan surplus (menghasilkan energi lebih dari yang dikonsumsi).
Konsepsi ZEB tidak terkait dengan energi yang digunakan saat pembangunan (konstruksi) dan energi yang dikandung material bangunan (embodied energy) ketika material tersebut diproduksi, tetapi lebih kepada energi operasional yang dikonsumsi bangunan per satuan waktu tertentu. Konsepsi ZEB tidak lepas dari strategi konservasi energi bangunan yang maksimal, simultan dengan optimasi produksi energi terbarukan untuk menopang kebutuhan energi bangunan. Tanpa strategi rancangan bangunan hemat energi, konsepsi ZEB tidak akan pernah terwujud.
3. Strategi Implementasi
1. Konsep Bangunan Hemat Energi
Untuk dapat mempersiapkan serta memandu desain dan proses konstruksi yang hemat energi yang diperlukan dalam rangka mencapai hasil akhir yang hemat energi, pengembang bangunan harus memahami elemen-elemen utama efisiensi energi, yaitu:
a. Proses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process)
Proses desain terintegrasi mencakupi karakteristik lokasi dan desain bangunan, yang meliputi pilihan-pilihan arsitektur, struktural, mekanik, dan listrik dengan tujuan untuk meminimalisasi konsumsi energi. Untuk mencapai tujuannya, pendekatan terintegrasi ini membutuhkan kolaborasi erat antara arsitek dengan insinyur mekanik, struktural, dan listrik, serta kontraktor dalam fase desain dan konstruksi.
Gambar 2 Aspek-aspek dalam Proses Desain Bangunan Hemat Energi (Sumber : Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia, hal: 30)
b. Pilihan Material dan Teknologi
Seluruh material dan teknologi yang digunakan pada muka dan lapisan luar dari selubung bangunan, untuk konservasi air, pemasangan listrik (lampu, dan sebagainya), dan sistem AC, harus didesain secara akurat untuk meminimalisasi konsumsi energi yang dihasilkan, dan pada saat yang bersamaan juga memenuhi syarat fungsional dan lainnya dari bangunan tersebut.
Pemilihan material yang ramah dapat dijabarkan menjadi dua hal yakni dari sisi teknologi dan penggunaan. Dari sisi teknologi, misalnya, pemilihan bahan sebaiknya menghindari adanya toksin atau racun dan diproduksi tidak bertentangan dengan alam. Sedangkan dari sisi penggunaan, pemilihan material yang ramah lingkungan misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti lampu LED yang rendah konsumsi listrik. Juga Penggunaan material lokal yang justru akan lebih menghemat biaya (biaya produksi, angkutan).
Material ramah lingkungan memiliki kriteria sebagai berikut : a. Tidak beracun, sebelum maupun sesudah digunakan
b. Dalam proses pembuatannya tidak memproduksi zat-zat berbahaya bagi lingkungan
c. Dapat menghubungkan kita (pengguna) dengan alam, dalam arti kita makin dekat dengan alam karena kesan alami dari material tersebut (misalnya bata mengingatkan kita pada tanah, kayu pada pepohonan)
d. Bisa didapatkan dengan mudah dan dekat (tidak memerlukan biaya atau proses memindahkan yang besar, karena menghemat energi BBM untuk memindahkan material tersebut ke lokasi pembangunan)
e. Bahan material yang dapat terurai dengan mudah secara alami.
c. Iklim
Karena kebanyakan energi dalam bangunan digunakan untuk memastikan kenyamanan manusia, jelas bahwa iklim sekeliling serta kondisi dalam ruangan yang ditargetkan memiliki dampak yang besar bagi kinerja energi bangunan:
• Radiasi sinar matahari (panas dan cahaya)
mempengaruhi persyaratan beban pendinginan dan desain pencahayan bangunan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh orientasi muka bangunan dan material yang digunakan pada selubung bangunan.
• Suhu udara dengan kelembaban relatif merupakan parameter dominan untuk mempertimbangkan desain AC untuk mencapai kenyamanan manusia dan lingkungan dalam ruangan yang diinginkan.
• Kelembaban relatif memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dalam ruangan dan kenyamanan manusia sehingga menjadi faktor penting dalam menentukan desain AC dan pencapaian iklim dalam ruangan yang baik.
• Arah angin utama dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk mengurangi kebutuhan pendinginan dan ventilasi sehingga perlu untuk dipertimbangkan.
d. Operasi
Panduan operasional dan pemeliharaan bangunan yang difokuskan pada langkah-langkah efisiensi energi esensial untuk mencapai dan memelihara kinerja energi yang ditargetkan melalui desain bangunan. Lebih lanjut lagi, Building Automation System dan Building Energy Management System (BAS & BEMS) merupakan sistem yang tepat untuk mencapai dan memelihara operasi bangunan yang efisien, terutama pada bangunan besar.
e. Behavior
Kesadaran dan kepedulian akan pemakaian energi serta lingkungan dalam ruangan dari seluruh orang yang menggunakan bangunan sangatlah penting. Pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman penghuni bangunan akan pentingnya upaya pengelolahan bangunan dalam memelihara dan meningkatkan efisiensi energi bangunan serta bentuk-bentuk kontribusi yang mereka dapat lakukan.
Zero Energy Building (ZEB) didefinisikan sebagai bangunan yang digunakan sebagai hunian atau komerisal yang mampu mereduksi kebutuhan energi secara drastis sehingga tercapai efisiensi, yaitu keadaan dimana tercapai keseimbangan kebutuhan energi yang disuplai dengan energi terbarukan.
Adapun Langkah-langkah dalam mencapai Zero Energy Building adalah sebagai berikut :
Gambar 3 Bagan Prinsip Perancangan, Perancangan dan Pelaksanaan Zero Energy Building (ZEB) Sumber : Perkins+Will Research Journal / Vol. 05.02 (hal. 74)
Keterangan :
1. Minimize Building Loads (Meminimalkan Beban Bangunan)
2. Maximize Energy Efficiency (Memaksimalkan Efisiensi Energy)
3. Utilize On-Site Renewable Energy Production (Memanfaatkan Produksi Tenaga Yang Dapat Diperbaharui Pada Site)
4. Minimize Building Energy Consumption (Meminimalkan Konsumsi Energi Bangunan.