Talk:Rhesa Giovani

From ccitonlinewiki
Jump to: navigation, search

Kelas pertama metode numerik. Kelas ini menggunakan ruang lab puskom dengan fasilitator dosen bapak Dr. Ahmad Indra, atau biasanya mahasiswa memanggil beliau dengan sebutan bapak DAI. Salah satu kalimat yang sangat berpengaruh pada hari itu adalah “nomor satu, syarat pelajaran komputasi teknik adalah: orang yang belajar harus berakal”. Terjadi diskusi di dalam kelas, beberapa mahasiswa menyampaikan pendapatnya mengenai kalimat tersebut.

Berakal artinya mempunyai akal. Kata akal artinya menurut KBBI adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu dsb); pikiran; ingatan. Akal adalah hal yang membuat manusia istimewa dibandingkan dengan makhluk hidup ciptaan Allah lainnya. Dengan akal, manusia dapat memahami sesuatu secara utuh, membedakan hal yang benar dan salah, mendatangkan kebaikan serta mencegah keburukan. Sesuai dengan ayat pertama kitab suci Al-Quran yang diturunkan yaitu “Iqra” (arti: bacalah). Manusia diberikan kelebihan oleh Allah SWT yaitu akal sehingga memang tugas manusia lah menggunakan akal, pikiran untuk melakukan perintah-perintahnya. Akal merupakan sebuah hal yang lebih complex dari sekedar berpikir.

Kalimat selanjutnya yang cukup bias jadi perhatian adalah “Matematika bukan ilmu pasti, ilmu pasti itu Pancasila”. Kalimat ini dapat ditelaah dengan berbagai penjelasan salah satunya berkaitan dengan kalimat sebelumnya mengenai berakal. Bapak DAI menyampaikan bahwa matematika bukanlah ilmu yang pasti, melainkan hanya salah satu cara untuk melakukan sebuah pendekatan. Saya dapat setuju dengan kalimat ini karena menurut saya pribadi di dunia ini tidak pernah memiliki satu pun hal yang pasti. Tidak ada siklus karnot, siklus sempurna 100%, tidak pernah ada ruang hampa yang benar-benar hampa. Begitupun dengan seluruh hal yang terjadi pada semesta, tidak pernah ada suatu hal pasti. Semua hanya merupakan pendekatan, dan pada kalimat ini, matematika, juga merupakan salah satu alat bantu hitung untuk mendapatkan jawaban terdekat dengan tingkat error sekecil mungkin. Matematika tidak dapat dikatakan pasti, tidak seperti sila pertama pada Pancasila yaitu “Ketuhanan yang maha esa”. Tuhan atau orang muslim biasa memanggil-Nya Allah SWT adalah Dzat yang sifatnya bisa kita ketahui beberapa melalui asmaul husna, salah satunya adalah Maha Esa. Tunggal, satu, berdiri sendiri. Dan itu adalah kepercayaan umat islam sehingga Pancasila dapat dikatakan ilmu yang pasti.

Dengan menyadari hal-hal tersebut diharapkan kita dapat memahami utuh ilmu pengetahuan dengan akal pikiran kita. Contoh sederhananya yang diberikan bapak DAI adalah soal penggunaan software engineering. Saat ini software engineering banyak sekali digunakan pada pekerjaan keteknikan untuk memudahkan proses komputasi, permodelan, simulasi dan lainnya. Kedua kalimat yang disampaikan pak DAI merupakan bentuk himbauan untuk pengguna perangkat lunak untuk tetap mawas diri dalam menentukan hasil akhir dari perangkat lunak tersebut. Apakah sesuai? Apakah benar? Apakah logis? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya sebelum kita menentukan bahwa hasil dari alat bantu ini adalah tepat. Maka dari itu penting sekali untuk orang yang belajar haruslah berakal. Selain itu juga tetap memahami bahwa pada pekerjaan itu semua perhitungan yang dilakukan dengan matematika (dan software) hanya merupakan pendekatan untuk mendapatkan sebuah jawaban dengan margin error yang sekecil mungkin.

Diskusi tempo hari juga menyinggung mengenai penyelesaian persamaan X^2−1/X−1

jika nilai x adalah 1. Jika nilai x = 1 langsung disubstitusikan pada persamaan diatas maka hasilnya adalah tak hingga (tak tentu), semua persamaan yang memiliki pembilang nol memiliki hasil tak hingga (tak tentu). Apa hal tersebut tepat? Tergantung akal pikiran manusia yang melihat persamaan tersebut. Banyak cara untuk menyelesaikan persamaan tersebut, pada awal ditulis persamaan tersebut menurut saya lebih mudah apabila diuraikan pembilangnya terlebih dahulu sehingga terbentuk persamaan:

(x + 1)(x − 1)/x − 1

Yang saya lakukan diatas adalah menggunakan metode pemfaktoran, mencari akar-akar persamaan x^2 − 1, sehingga hanya mengubah bentuk tanpa mengubah nilai persamaan tersebut. Setelah menguraikan pembilang, saya mendapatkan persamaan yang nilainya adalah 1 didalam persamaan tersebut dengan dasar kaidah pembagian “angka yang dibagi dirinya sendiri hasilnya adalah 1”.

(x + 1) × (x − 1) / x − 1

Agar jelas maka saya memberikan spasi diantara persamaan diatas sehingga dapat dipahami apa yang saya maksud pada kalimat diatas. Persamaan tersebut saya dapat ubah lagi dengan bentuk lain yaitu:

(x + 1) × 1

Tanpa mengubah nilai, saya dapat mengubah bentuk persamaan dasar X^2−1/X−1 menjadi (x + 1) × 1 atau (x + 1) (biasanya perkalian 1 tidak ditulis angkanya). Kesimpulannya jika mensubstitusikan nilai x = 1 pada bentuk persamaan baru tersebut hasilnya menjadi:

x = 1 → X^2−1/X−1

X^2−1/X−1 → (x + 1) × 1

= (1 + 1) × 1

= (2) × 1

= 2

Namun tempo hari, salah satu mahasiswa menjawab juga persamaan X^2−1/X−1 dapat diselesaikan dengan menggunakan teori limit. Limit merupakan sebuah nilai (fungsi) yang “mendekati” sebuah nilai fungsi tersebut. Pada kasus diatas [lim(x→1) x^2−1/x−1] dapat dikerjakan dengan menurunkan persamaan agar nilai x mendekati 1.

= 2x − 0/1 − 0

=2(1)/1

= 2

Dari dua metode tersebut terlihat bahwa memang matematika merupakan suatu alat hitung untuk mendapatkan hasil yang “mendekati” tepat. Selain itu juga menekankan bahwa saat belajar atau memahami sebuah persoalan, harus berdampingan dengan akal agar dapat menentukan apakah metode untuk menjawab sudah benar sebelum menentukan hasilnya adalah yang tepat.