Penerapan Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Untuk Mengkuantifikasi Rekam Data Kegagalan Turbin Gas PT. Dian Swastika Sentosa TBK.

From ccitonlinewiki
Jump to: navigation, search

Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Kerja Praktik
1.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1.5. Sistematika Penulisan

BAB 2 PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan
2.2. Tentang PT. Dian Swastatika Sentosa, Tbk Unit Tangerang

BAB 3 DASAR TEORI

3.1. Turbin Gas
3.1.1. Prinsip Kerja Turbin Gas
3.1.2. Brayton Cycle
3.1.3. Proses Kerja Turbin Gas PT. Dian Swastatika Sentosa Tbk
3.1.4. Siklus Bahan Bakar
3.1.5. Turbin Gas PT. Dian Swastatika Sentosa Tbk
3.2. Failures
3.2.1. Failure Mode
3.2.1. Failure Effect
3.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
3.3.1. Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
3.3.2. Tujuan FMEA
3.3.3. Jenis FMEA
3.3.4. Parameter Kuantifikasi Resiko FMEA

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian
4.2. Penjelasan Diagram Alir Metodologi Penelitian

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tabel FMEA
5.2. Perhitungan Critical RPN
5.2.1. Critical RPN Turbin Gas A
5.2.2. Critical RPN Turbin Gas B
5.3. Penentuan Focused Risk Berdasarkan RPN

BAB 6 PENUTUP

6.1. Kesimpulan
6.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaksaan kerja praktik memegang peranan yang penting dalam pendidikan, terutama agar mahasiswa dapat menerapkan ilmu-ilmu dan teori yang telah dipelajari pada perguruan tinggi. Pada program studi teknik mesin, telah dipelajari teori-teori konversi energi dan penerapannya pada berbagai jenis pembangkit listrik, seperti pembangkit dengan sumber bahan bakar batu bara, gas alam ataupun energi baru terbarukan. Selain dari penerapan ilmu tersebut, pada program kerja praktik, mahasiswa juga dapat mempelajari dan merasakan dunia kerja dan permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya sebagai bekal sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.


Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan manusia akan listrik pun meningkat pula. Pembangkit listrik memiliki peran yang penting dalam memasok kebutuhan listrik tersebut. Kini telah ada beberapa pembangkit listrik yang menggunakan sistem cogeneration, yaitu pemanfaatan sisa pengoperasian pembangkit listrik untuk dijadikan energi listrik juga atau energi dalam bentuk lain. Sistem ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dari pembangkit listrik itu sendiri. PT Dian Swastatika Sentosa, Tbk khususnya Unit Tangerang, merupakan perusahaan yang fokus utamanya adalah untuk menghasilkan energi listrik dan uap yang nantinya akan dimanfaatkan seluruhnya oleh PT Indah Kiat Paper and Pulp (IKPP). Sistem pembangkit ini sendiri menggunakan turbin gas dan gas buang dari proses turbin gas ini akan dimanfaatkan kembali untuk masuk ke Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang fungsinya adalah untuk menghasilkan uap yang digunakan untuk proses pengeringan bahan baku kertas di IKPP. Seperti perusahaan pada umumnya, terdapat berbagai jenis masalah teknis maupun non-teknis di dalam proses pembangkitan listrik dan uap di PT. Dian Swastatika Sentosa, Tbk Unit Tangerang. Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan solusi koreklif dan solusi preventif. Solusi korektif merupakan tindakan untuk memperbaiki masalah yang timbul secara langsung, biasanya bersifat teknis di lapangan, sedangkan solusi preventif merupakan tindakan yang diambil untuk mencegah terjadinya masalah yang sama di masa depan, biasanya bersifat prosedural dan manajerial. Pada umumnya, permasalahan yang ada ditangani hanya dengan solusi korektif tanpa solusi preventif, sehingga permasalahan sering kali terulang.


Salah satu permasalahan yang sering terjadi disebabkan karena metode Maintenance yang masih menggunakan Preventive Maintenance yang dirancang oleh manufakturer Turbin gas yang merupakan buatan tahun 1995. Sehingga, seiring dengan berjalannya waktu dan modifikasi yang dilakukan terhadap turbin gas, maka Maintenance plan perlu diperbaharui sehingga semakin tepat dan efektif.


1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

  1. Bagaimana cara kerja Turbin Gas?
  2. Bagaimana cara mengkuantifikasi kegagalan dari sistem Turbin Gas?
  3. Bagaimana cara menentukan prioritas untuk penanganan kegagalan yang dikuantifikasi tersebut?


1.3. Tujuan Kerja Praktik

1.3.1. Tujuan Umum

  1. Bagi Mahasiswa:
    1. Mahasiswa mendapatkan sarana latihan dan penerapan ilmu pengetahuan yang didapatkan di perguruan tinggi.
    2. Mendapatkan wawasan dan pengalaman di dunia kerja, khususnya di bidang pembangkit listrik.
    3. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Strata-1 Teknik Mesin di Universitas Indonesia.
  2. Bagi Institusi Pendidikan
    1. Terciptanya hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak yang berkelanjutan.
    2. Perguruan tinggi dapat menjalankan tridharma perguruan tinggi dan kurikulumnya, yaitu kerja praktik mahasiswa.
    3. Dapat mengevaluasi kurikulum yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
  3. Bagi Perusahaan
    1. Sebagai bentuk kontribusi perusahaan dalam bidang Pendidikan.
    2. Mendapatkan saran dari segi akademis akan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam perusahaan.

1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian serta Kerja Praktek adalah:

  1. Mengetahui proses pembangkitan listrik dari kerja turbin gas di PT. Dian Swastatika Sentosa, Tbk Unit Tangerang.
  2. Mengetahui proses pemanfaatan gas buang turbin di dalam Heat Recovery Steam Generator (HRSG).
  3. Menganalisis penyebab dan akibat dari rekam data kegagalan pada turbin gas di PT.Dian Swastika Sentosa, Tbk Unit Tangerang.
  4. Mengkuantifikasi dan menentukan nilai kritis dari tiap kejadian dari rekam data kegagalan pada terjadi.


1.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan kerja praktik ini dilaksanakan pada:

Tempat : PT. Dian Swastatika Sentosa, Tbk Unit Tangerang Jl. Raya Serpong KM. 8, Pakuloman, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan.

Jadwal : 14 September -November 2020

Waktu : 08.00 – 17.00 WIB


1.5. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah terhadap topik yang diteliti, waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktek, serta sistematika penulisan.

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

Bab ini berisikan tentang sejarah perusahaan, wilayah operasi dan salah satu anjungan yang menjadi topik dalam penelitian.

BAB III DASAR TEORI

Bab ini berisi landasan teori dan materi-materi yang digunakan dalam penulisan laporan. Dalam bab ini dijelaskan mengenai Turbin Gas, Failure, Failure Modes, Failure Mode Effect and Criticality Analysis (FMEA), serta cara parameternya.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang diagram alir penelitian, tahapan pengolahan data, dan studi literatur.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil pengolahan data, dan analisis dari perumusan masalah.

BAB VI KESIMPULAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB 2 PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

PT. Indah Kiat Pulp and Paper (PT. IKPP) merupakan bentuk perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) yang didirikan atas joint wenture sebuah perusahaan Indonesia (PT. Berkat Indah Agung) dan dua perusahaan Taiwan (Chung Hwa Pulp Internanional Coorporation dan Yen Foung Yur Global Jestment Coorporation). Di dalam praktiknya, penusahaan Taiwan berntindak sebagai penyedia teknologi untuk proses pembuatan kertas, sedangkan perusahaan Indonesia bertindak sebagai penyedia akses.

PT. IKPP didirikan oleh EKA Tjipta Widjaja di Tangerang pada tanggal 7 Desember 1976. Pada awalnya, di tahun 1977, perusahaan ini hanya memiliki dua buah mesin kertas yang masing-masing berkapasitas produksi 100 ton/hari. Pada April 1979, PT. IKPP mulai menghasilkan produk komersial, hingga pada bulan Juni 1982, PT. IKPP menambah sebuah paper machine lagi untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga meningkat menjadi 150 ton/hari. PAda bulan Maret 1984, perusahaan ini mencapai kesuksesan dalam meproduksi produk komersial. Kemudian bulan April 1988 dilakukan modifikasi dan reparasi mesin kertas sehingga total produksi kertas menjadi 250 ton/hari.

Pada bulan Januari 1986, grup Sinar Mas membeli 67% total saham PT.IKPP, sedangkan Chung Hwa Pulp International Coorporation dan Yuen Foung Yue Global Investment Coorporation sebesar 23% dan 10%. Beberapa tahun setelahnya, pada bulan Juni 1990, PT. IKPP mulai mempublikasikan diri dengan melakukan penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya dengan harga USS 326 juta yang mewakili 13% total sahamnya.

Pada bulan Desember 1992, PT. IKPP resmi mengakuisisi PT. Sinar Dunia Makmur, sebuah perusahaan industri kertas yang menjadi anggota manajemen 1. Sinar Mas Group yang berlokasi di Desa Kragilan, Serang, Banten. Kemudian pada bulan Oktober 1996. PT. IKPP menamba dyer pada mesin pulper no 8 untuk meningkatkan kapasitas produksi menjadi 135.000 ton/tahun. Pada tahun 2006, saham kepemilikan PT. IKPP dimiliki oleh 4 perusahaan, antara lain PT. Puri Nusa Eka Persada (57.25%), Chung Hwa Pulp Int (BUI), Co (16.11%), Yuen Fuon Yue Invest Co (7.62%) dan publik (19.02%). Saat ini, PT. IKPP memiliki tiga pabrik yang terletak di lokasi yang berlainan, antara lain pabrik pulp dan kertas terintegrasi yang berlokasi di Perawang, provinsi Riau, pabrik kertas industri yang berlokasi di Serang, provinsi Banten, serta pabrik kertas budaya yang terletak di Tangerang, provinsi Banten. PT. IKPP, Tbk. Tangerang memiliki kapasitas terkecil di antara dua pabrik lainnya tetapi merupakan pabrik yang paling menguntungkan, sedangkan pabrik yang terletak di Perawang merupakan pabrik terbesar dengan kapasitas terbesar 500.000 ton/tahun dengan proses terkomputerisasi. PT. IKPP Tangerang sendiri menempati daerah seluas 28 hektar. PT. IKPP, Tbk. Tangerang memiliki tiga mesin kertas "Foudrinier", yang memiliki lebar trim 2,75 m dan total kapasitas produksi sekitar 135.000 ton/tahun. Jenis kertas yang diproduksi di sini adalah kertas budaya, antara lain kertas cetak, kertas fotokopi, kertas komputer, kertas duplikator, dll. Jenis kertas -kertas tersebut menggunakan bahan baku pulp LBKP (pulp serat pendek) dan pulp NBKP (pulp serat panjang). PT. IKPP Tangerang mengimplementasikan Chain of Custody of Forest Based Product (PEFC) sehingga bahan baku pulp yang digunakan dapat dilacak hingga hutan asal kayunya.


2.2 Tentang PT.Dian Swastika Sentosa Tbk Unit Tangerang

PT Dian Swastatika Sentosa, Tbk (PT DSS) Unit Tangerang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembangkitan daya dan uap. Pabrik cogen plant Tangerang ini ditempatkan pada bagian selatan dari PT Indah Kiat Paper and Pulp (IKPP) Tangerang Mill. Adapun seluruh daya dan uap yang dihasilkan oleh PT DSS Tangerang digunakan oleh IKPP. Total energi listrik yang dibutuhkan oleh IKPP untuk operasional pabrik sebesar 10,5 MW dimana 7 MW berasal dari turbin gas yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT DSS, sementara 3,5 MW berasal dari PLN (Perusahaan Listrik Negara).

Tak hanya energi listrik, akan tetapi PT DSS juga menyediakan uap yang dibutuhkan oleh IKPP dalam memproses bahan baku kertas. IKPP sendiri membutuhkan 40 ton/jam uap yang dapat terpenuhi dengan dua buah Chain Grate Boiler (CGB) dan Bubbling Fluidized Bed Boiler (BFBB) beserta dua buah Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang memanfaatkan gas buang turbin gas yang dimiliki. Selain fitur-fitur utama tersebut, PT DSS juga memiliki unit pembangkit daya dan uap cadangan yang berfungsi untuk menjamin produksi energi listrik dan uap tetap berjalan ketika unit utama tidak berfungsi karena mengalami suatu masalah.

Kegiatan usaha utama PT, Dian Swastika Sentosa (PT. DSS) di Indonesia adalah pembangkit listrik dan penyediaan steam, pertambangan batu bara, infrastruktur-infrasturktur seperti telekomunikani. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 1 Januari 1998 dengan mengoperasikan empat pembangkit listrik yang berlokasi di Tangerang. Serang, dan Karawang. Memiliki total kapasitas 300 MW dan 1.336 ton / jam steam dan memiliki Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000 untuk operasi dan pemeliharaan. Pada tahun 2004 Perseroan melakukan penggabungan usaha dengan PT. Supra Veritas dan diversifikasi usaha ke pulp, kertas, dan perdagangan bahan kimia.

Pada tanggal 10 Desember 2009, Perusahaan mencatatkan 770.552.320 saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil dari penjualan saham diinvestasikan dalam pengembangan pertambangan batu-bara di Sumatera dan Kalimantan dengan mengambil kepemilikan atas 99,99% saham PT Golden Energy Mines Tbk (dahulu bernama PT.Bumi Kencana Eka Sakti). Langkah ini diambil oleh Perusahaan dalam rangka menjawab tantangan dari peluang pasar yang sangat besar di bidang energy dan pertambangan.

Pada tanggal 23 Desember 2010, Perusahaan mengambil alih PT Rolimex Kimia Nusamas, sebuah perusahaan yang bergerak dalam perdagangan bahan kimia. Selain itu, dalam rangka menciptakan sinergi antara kekuasnan dan bisnis pertambangan batu-bara, pada tahun 2011 Perusahaan berpartisipasi dalam tender PT PLN (Persero) untuk Mine- Mouth Power Plant IPP Sumsel-5 Proyek dengan kapasitas 2 x 150 MW ( IPP Sumsel-5 Proyek). Pada bulan Agustus 2011, Perusahaan ditunjuk sebagai pilihan penawar oleh PLN untuk pengadaan IPP Sumsel-5 Proyek. Sebagai tindak lanjut dari janji, Perusahaan kemudian mendirikan PT DSSP Power Sumsel (DSSP) sebagai Special Purpose Company (SPC) yang akan menjalankan IPP Sumsel-5 Proyek. Pada tanggal 3 November 2011, DSSP menandatangani Power Purchase Agreement dengan PLN untuk IPP Sumsel-5 Proyek. IPP Sumsel-5 Proyeck diharapkan mulai beroperasi socara komersial pada tahun 2015.

Pada tanggal 17 November 2011, anak perusahaan Perseroan, PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS), mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.Seiring dengan listing saham GEMS, Perseroan juga mengambil langkah penting dalam membangun aliansi strategis dengan GMR Coal Resources Pte.Ltd, yang merupakan anak perusahaan dari GMR Group, sebuah kelompok usaha infrastruktur terkemuka di India. Dalam aliansi strategis ini, GMR Singapura memiliki kepemilikan 30% di GEMS. Aliansi strategis ini didirikan untuk mendukung pencapaian Perseroan serta visi strategis GEMS dan misi untuk mengembangkan pasar batu-bara di Indonesia dan untuk mewujudkan rencana ekspansi di masa depan.

Dengan profil keuangan yang sehat dan portofolio bisnis yang beragam, Perseroan akan terus tumbuh seiring dengan proyek-proyek baru di tahun-tahun mendatang. Perusahaan berkomitmen untuk menjadi perusahaan terkemuka di bisnis energy dan infrastruktur di Indonesia.

BAB 3 DASAR TEORI

3.1 Turbin Gas

3.1.1 Prinsip Kerja Turbin Gas

KPDSS1.JPG


Prinsip kerja gas turbine adalah sebagai berikut :

1.Compression

Dalam tahapan kompresi, udara masuk melalui intake dan dimampatkan sehingga memiliki tekanan yang tinggi. Udara dimampatkan oleh axial compressor berbentuk sudu rotor yang bertingkat, semakin tinggi tingkatan sudunya maka akan semakin tinggi tekanan udaranya.

2.Combustion

Dalam tahap ini udara yang telah dikompresi dicampur dengan bahan bakar lalu dialirkan ke dalam combustion chamber dan proses pembakaran dilakukan.

3.Expansion

Udara hasil pembakaran berekspansi dan digunakan untuk memutar turbin yang dalam pemakaiannya biasanya dikopel dengan sudu kompresor ataupun dengan generator (dalam turbin gas industri).

4.Exhaust

Gas sisa pembakaran dikeluarkan melalui saluran pembuangan, bentuk exhaust dari turbin gas bisa bervariasi tergantung pemakaiannya, dalam mesin jet exhaust terkadang memiliki bentuk yang konvergen untuk memperoleh gaya dorong tambahan atau ditambahkan dengan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) di pemakaian industri.


3.1.2 Brayton Cycle

KPDSS2.JPG

Jika ditinjau berdasarkan aspek termodinamika, Brayton Cycle merupakan siklus yang sesuai untuk menganalisis performa ataupun sebagai dasar untuk mendesain sebuah turbin gas. Brayton Cycle ini digunakan untuk menganalisis kerja turbin gas di proses kompresi dan ekspansi ketika turbin gas bekerja. Brayton Cycle ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

a. Open Cycle

KPDSS3.JPG

Dalam siklus terbuka udara masuk dan dikompresi oleh kompresor secara isentropik (1-2), berikutnya udara dengan tekanan tinggi dialirkan ke combustion chamber untuk dicampurkan dengan bahan bakar dan terjadi proses pembakaran (2-3)¸ lalu gas hasil pembakaran yang memiliki tekanan tinggi ini berekspansi (3-4) dan digunakan untuk menggerakkan bilah rotor turbin. Alasan mengapa siklus ini disebut siklus terbuka karena gas sisa pembakaran dibuang dan tidak disirkulasikan kembali untuk digunakan lagi.

b. Closed Cycle

KPDSS4.JPG

Hampir sama dengan siklus terbuka, yang membedakan antara siklus tertutup dengan terbuka yaitu proses pembakaran diganti dengan penambahan kalor secara konstan dengan menggunakan heat exchanger dan proses pelepasan kalor dari gas sisa pembakaran yang telah berekspansi ke kompresor kembali dengan menggunakan heat exchanger juga.

KPDSS5.JPG

3.1.3 Proses Kerja Turbin Gas PT.Dian Swastika Sentosa TBK

Turbin gas PT. Dian Swastika Setosa TBK bekerja dengan tahapan seperti berikut.

  1. Starting awal dilakukan dengan menggunakan motor yang dikopel dengan poros turbin, gear box, dan kompresor dengan kecepatan mencapai 17.000 rpm
  2. Berikutnya udara masuk melalui air inlet compressor untuk disaring terlebih dahulu sehingga bersih dari benda yang tidak diinginkan, berikutnya udara masuk ke tahap kompresi di kompresor, proses ini dimulai ketika batas kecepatan putar telah tercapai sebelumnya.
  3. Udara yang telah dikompresi masuk ke ruang bakar dan dibakar dengan bahan bakar yang disuplai oleh Perusahaan Gas Negara (PGN). Sebelumnya bahan bakar gas ini dinaikkan tekanannya terlebih dahulu dengan gas fuel compressor sampai bertekanan sekitar 19,8 Bar dan dialirkan ke ruang bakar dengan regulator sehingga tekanannya sama pada 13 Bar.
  4. Udara dicampur dengan bahan bakar, lalu dipantik dengan ignitor sehingga terjadi pembakaran.
  5. Gas hasil pembakaran diekspansi ke turbin sehingga memutar sudu turbin gas. Turbin ini dikopel dengan generator sehingga dihasilkan listrik dengan besar sekitar 4,2 MW.
  6. Terakhir, apabila HRSG (Heat Recovery Steam Generator) diaktifkan, maka sisa gas pembakaran digunakan sebagai sumber panas untuk menghasilkan steam yang nantinya diteruskan untuk paper mill.

3.1.4 Siklus Bahan Bakar

Siklus bahan bakar ini terjadi di HRSG, yang menjadi perhatian adalah jika dibutuhkan maka HRSG juga akan menggunakan suplai gas fuel untuk meningkatkan jumlah steam yang dihasilkan. Gas fuel yang disuplai oleh PGN untuk menggerakkan turbin gas juga disalurkan ke HRSG untuk menaikkan suhu dari gas sisa pembakaran turbin gas sehingga maka akan semakin banyak air yang menguap dan berubah menjadi steam. Sistematikanya yaitu :

  1. Bahan bakar gas yang disuplai oleh PGN dialirkan ke burner pipeline untuk diatur terlebih dahulu sehinggga sama tekanannya dengan gas sisa pembakaran.
  2. Berikutnya, gas sisa pembakaran dicampur dan dibakar dengan bahan bakar gas tadi sehingga temperaturnya semakin tinggi.
  3. Dengan temperatur yang lebih tinggi maka produksi steam akan meningkat. Sehingga, ketika kebutuhan steam oleh paper mill sedang bertambah maka dapat dipenuhi.

HRSG ini memiliki dua mode dalam operasinya, yaitu:

a.TEG (Turbine Exhaust Gas)

Dalam mode ini HRSG hanya menggunakan gas sisa permbakaran dari turbin gas untuk menghasilkan steam. Steam yang dihasilkan berkisar 10 Ton per jam.

b.TEG & Supplement

Dalam mode ini gas sisa pembakaran dibakar kembali dengan bahan bakar sehingga produksi steam bertambah menjadi kisaran 20 Ton per jam.

KPDSS6.JPG

3.1.5 Turbin Gas PT. Dian Swastika Sentosa TBK

Spesifikasi Komponen turbin gas PT. Dian Swastika Sentosa TBK adalah sebagai berikut.

  • Turbin Gas
  Produsen		: European Gas Turbine
  Tahun Produksi	: 1995
  Tipe			: Typhoon SGT 100-1S
  Bahan Bakar	        : Gas Alam (disuplai oleh PGN)
  Kecepatan putar	: 17000 rpm
  Temperatur		: 20,6 kg/s, 531oC (udara keluar)
  Efisiensi listrik	: 31%
  Frekuensi		: 50/60 Hz
  Kapasitas		: 4,2 MW
  • Gas Fuel Compressor
  Produsen		    : Star Refrigeration
  Tekanan Maksimal Operasi : 26,5 Bar
  Hydraulic Test Pressure  : 39,6 Bar
  Corrosion Allowance      : 16 mm
  • Generator
  Produsen		: GEC Alshtom
  Kapasitas		: 4964 kVA
  Primary Ampere	: 868 A
  Frekuensi		: 50 Hz
  Max. Over Speed	: 1800 rpm
  Min. Over Speed	: 1500 rpm
  Power Factor	        : 0,9


3.2 Failures

Dalam konteks Teknik, Failure dapat didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan dari sebuah aset untuk melakukan fungsi tertentu. Apabila failure terjadi maka aset tersebut berada dalam kondisi fault state dimana fungsi dari sebuah aset hilang sebagian ataupun total. Dalam hal ini terlihat bahwa failure merupakan suatu kejadian yang menyebabkan kondisi fault state. Kegagalan (failure) dapat terjadi karena berbagai hal, dan kegagalan dalam sebuah komponen dapat berupa :

  • Kegagalan Primer

Merupakan kegagalan yang disebabkan tanpa pengaruh dari komponen lain secara langsung maupun tidak langsung.

  • Kegagalan Sekunder

Merupakan kegagalan yang disebabkan oleh gagalnya komponen lain baik secara langsung maupun tak langsung.

Dalam sebuah industri, probabilitas terjadinya kegagalan dari suatu aset akan meningkat karena :

  • 1 Seiring bertambahnya usia asset

Hampir semua produk keteknikan memiliki estimasi lifespan yang menunjukkan kira-kira kapan sebuah aset akan mulai berkurang performanya hingga terjadi failure yang independen terhadap waktu penggunaan dari aset tersebut. Istilah untuk kegagalan ini adalah aging failure.

  • 2 Waktu, jumlah, atau beban ketika operasi sebuah aset

Berdasarkan ketiga hal tersebut, kegagalan yang terjadi dikenal dengan wear-out failure.


3.2.1 Failure Mode

Failure Mode merupakan kejadian apapun yang mungkin terjadi sehingga aset mengalami functional failure (kehilangan fungsi secara parsial atau total) pada sistem ataupun prosesnya. Jumlah failure mode akan bertambah dengan semakin kompleksnya suatu sistem dari sebuah aset. Jika dianalisis failure mode ini berguna untuk membantu proses penanganan proaktif, hal ini disebabkan karena semua kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya functional failure telah ditelaah bagaimana cara mengatasinya atau mencegahnya sebelum failure mode ini tejadi.

Failure Mode dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

  • Ketika kapabilitas aset berada dibawah performa yang diinginkan
  • Ketika perforrma yang diinginkan naik melebihi kapabilitas awal aset
  • Ketika kapabilitas awal aset tidak mampu memenuhi performa yang diinginkan


3.2.2 Failure Effect

Failure Effect menjelaskan mengenai apa yang terjadi ketika suatu failure mode terjadi. Yang perlu menjadi perhatian yaitu failure effect menjawab mengenai apa yang terjadi sementara failure consequence menjawab tentang bagaimana atau seberapa penting. Untuk proses penyusunan failure mode dan failure effect biasanya dapat diperoleh dari beberapa sumber seperti :

  • Vendor dan pabrikan dari aset atau alat yang berkaitan
  • Daftar failure mode yang umum digunakan (biasanya disediakan oleh pihak ketiga)
  • Pengguna lain aset atau alat yang sejenis
  • Rekam data teknis dari aset tersebut
  • Tim operator atau perawatan dari aset tersebut


3.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

3.3.1 Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA merupakan salah satu metode analisis potensi kegagalan yang mungkin terjadi serta efek yang ditimbulkannya dalam sebuah produk ataupun sistem. FMEA ini dilakukan dengan cara mengindentifikasi potential failure, menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan ataupun memperbaiki efek yang ditimbulkan (apabila terjadi) dari potential failure tersebut, serta mengkuantifikasi tiap potential failure sebagai dasar penentuan prioritas untuk mencegah potential failure tersebut terjadi.


3.3.2 Tujuan FMEA

Dalam prakteknya FMEA berfungsi untuk membantu proses perawatan yang dilakukan dengan cara mengkuantifikasi risiko pada sebuah sistem dan membuat urutan mengenai potential failure/failure mode sehingga diperoleh gambaran mengenai mana yang harus diprioritaskan terlebih dahulu ataupun memerlukan evaluasi. Dengan begitu reliability dari produk ataupun sistem akan meningkat, serta biaya yang diperlukan untuk proses perawatan akan lebih rendah karena ditekannya probabilitas failure mode terjadi berdasarkan tindakan yang mengacu dari hasil FMEA tersebut.

3.3.3 Jenis FMEA

Terdapat beberapa jenis FMEA yang umumnya digunakan dalam industri, beberapa diantaranya yaitu:

  • 1 Design FMEA

Design FMEA digunakan untuk menganalisis sebuah produk sebelum dilanjutkan ke tahap produksi massal. Design FMEA biasanya dilakukan ditingkatan sistem, subsistem, dan komponennya. Analisis yang dilakukan dapat digunakan untuk menganalisa fungsi, produk, atau keduanya. Yang menjadi perhatian dari Design FMEA adalah failure mode yang terjadi karena kesalahan desain.

  • 2 Process FMEA

Process FMEA biasanya digunakan untuk menganalisis proses dari sistem, subsistem ataupun komponen tertentu. Dalam FMEA ini failure mode yang dianalisa merupakan potential failure disebabkan oleh proses manufaktur atau proses perakitan. Disamping proses manufaktur, jenis FMEA ini juga dapat digunakan untuk menganalisis diluar bidang keteknikan seperti pelayanan publik.

  • 3 Concept FMEA

Concept FMEA menganalisis konsep di tahap awal pengembangan sebuah produk atau proses. FMEA ini umumnya berada ditingkat sistem dan subsistem. Yang menjadi fokus dalam FMEA ini yaitu failure mode yang mungkin terjadi dalam konsep tersebut. FMEA ini membahas mengenai interaksi antara beberapa sistem dan elemennya ditahap konseptual.


3.3.4 Parameter Kuantifikasi Resiko FMEA

Dalam menyusun FMEA digunakan beberapa parameter yang berfungsi untuk mengkuantifikasi dan menyusun urutan prioritas dari failure mode yang ada parameter ini memiliki nilai rentang nilai antara satu sampai sepuluh (1-10). Parameter tersebut adalah :

  • 1 Severity

Severity merupakan parameter yang menunjukkan seberapa serius akibat yang akan ditimbulkan terhadap sistem atau proses apabila suatu failure mode terjadi. Untuk mengurangi nilai severity ini hanya dapat dilakukan dengn perubahan desain. Semakin tinggi nilai severity maka efek yang ditimbulkan akan semakin serius.

  • 2 Occurrence

Occurrence menunjukkan seberapa sering atau probabilitas dari sebuah failure mode terjadi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi nilai occurrence ini hanya dapat melalui perubahan desain konsep ataupun desain proses juga. Semakin besar nilai occurrence maka semakin sering sebuah failure mode itu terjadi.

  • 3 Detection

Detection merupakan nilai menunjukkan seberapa mungkin mekanisme deteksi dari sistem ataupun proses mampu menemukan failure mode atau penyebab dari failure mode tersebut. Semakin besar nilai detection maka semakin sulit suatu failure mode dan penyebabnya untuk diketahui (tidak ada indikasi apapun).

  • 4 Risk Priority number (RPN)

RPN merupakan hasil kali dari nilai Severity (S), Occurrence (O), dan Detection (D).

  RPN = (S) x (O) x (D)

Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa rentang nilai dari RPN yaitu antara satu sampai seribu (1-1000). Nilai ini akan digunakan untuk mengurutkan prioritas dari failure mode yang perlu diambil tindakan ataupun evaluasi terlebih dahulu.

Dalam menentukan parameter tersebut tidak ada aturan khusus mengenai referensi manakah yang harus digunakan sehingga hasil nilai RPN pun bisa bervariasi nilainya, tergantung referensi apa yang digunakan seseorang ketika melakukan analisis menggunakan FMEA ini. Karena nilai RPN dapat bervariasi antara satu pengujian dengan lainnya maka tidak ada ambang batas nilai yang pasti mengenai berapa nilai minimal RPN untuk suatu failure mode menjadi prioritas untuk diselesaikan, maka dari itu ditentukan nilai Critical RPN dengan menggunakan persamaan berikut.

  Critical RPN=  (TOTAL RPN)/(Total Failure)

Dari persamaan tersebut dapat diperoleh RPN yang berfungsi sebagai acuan untuk menentukan failure mode manakah yang perlu mendapat perhatian serius.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian

Diagram alir metodologi penelitian disajikan dalam gambar berikut

KPDSS7.JPG


4.2 Penjelasan Diagram Alir Metodologi Penelitian

Pertama tama, dilakukan studi terkait penelitian dan kajian yang telah dilakukan orang lain yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian ini. Studi ini dilakukan dengan mempelajari literatur seperti buku, jurnal, thesis penelitian, serta informasi lainnya yang diperoleh dari bebagai sumber. Studi literatur tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengarahkan mengenai bagaimana penelitian ini akan diarahkan serta proses dalam mencari hasil studi ini.

Berdasarkan studi literatur tersebut, topik dikerucutkan menjadi studi mengenai analisis failure yang pernah terjadi pada turbin gas A dan B di PT. Dian Swastika Sentosa TBK. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui failure mode manakah yang perlu mendapat prioritas utama dalam penanganannya. Dalam hal ini diperlukan suatu cara untuk mengkuantifikasi semua failure mode yang pernah dialami turbin gas A dan B PT. Dian Swastika Sentosa TBK sehingga penentuan prioritas failure mode yang dilakukan bersifat objektif.

Setelah melakukan studi literatur mengenai metode yang cocok untuk melakukan analisis tersebut, dipilihlah metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Hal ini didasarkan karena cukup seringnya metode ini digunakan untuk menganalisis sebuah sistem secara penuh dengan tingkatan bagian dari sistem yang bisa dipilih untuk dianalisis. Dalam penelitian ini tingkatan yang dipilih untuk dianalisis yaitu dari sistem dan subsistemnya sehingga fungsi yang dibahas masih cukup umum. Alasan mengapa tingkatan tersebut dipilih karena fungsi dari tiap subsistem merupakan sesuatu yang belum terlalu spesifik jadi pengerjaan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif cepat (mengingat kondisi yang cukup sulit saat ini), disamping itu karena tersedianya berbagai referensi lain seperti Buku Offshore and Onshore Reliability Data yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran serta pembanding dalam penelitian ini.

Berikutnya, data yang digunakan adalah rekam data harian dari turbin gas A dan B PT. Dian Swastika Sentosa. Data yang dianalisis yaitu data tahun 2016,2017, dan 2018. Alasan mengapa data tersebut yang dipilih untuk dianalisis yaitu karena data tahun 2019 dan 2020 belum tersedia, maka dari itu rekam data beberapa tahun sebelumnya dipilih untuk dianalisis. Disamping itu data yang dianalisis sengaja tiga tahun karena untuk memperluat cakupan dari catatan failure mode yang akan dimasukkan dan dianalisis dalam FMEA sehingga nantinya dapat meningkatkan akurasi dari perhitungan nilai RPN dan penentuan prioritas failure mode untuk ditangani.


KPDSS8.JPG


Tabel data tersebut menyajikan mengenai aktivitas yang pada sistem pembangkitan daya serta produksi steam yang dilakukan tiap harinya. Berikutnya, berdasarkan tabel tersebut data failure yang terjadi pada sistem turbin gas diambil untuk dianalisis menggunakan FMEA. Dari rekam data harian ini diperoleh mengenai apa yang permasalahan yang terjadi dan bagaimana tim maintenance mengatasi permasalahan tersebut dilapangan, namun tak jarang juga tindakan perbaikan dari tim maintenance tidak ada dalam data harian tersebut, sehingga disinilah kami berperan untuk mencari tahu dimana dan tindakan apa yang dapat dilakukan apabila suatu failure mode tersebut terjadi. Cara yang dilakukan yaitu dengan menggunakan root cause analysis untuk mencari tau kira kira apa efek dan cara menyelesaikannya, namun analisis tersebut tidak dimasukkan ke dalam laporan ini karena sudah diluar cakupan bahasan.

Selanjutnya, tabel failure mode yang sudah dimasukkan ke dalam tabel dikuantifikasi mengenai resikonya dengan menggunakan tiga parameter yaitu Severity, Occurrence, dan Detection. Dasar untuk menentukan ketiga parameter tersebut yaitu dengan menggunakan tabel Severity, Occurrence, dan Detection. Tabel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan referensi dari buku Potential failure mode and effect analysis (FMEA) reference manual dari Ford Motor Company (1988) serta dari jurnal terkait mengenai FMEA.


KPDSS9.JPG

Penyusunan tabel FMEA pada dasarnya tidak memiliki aturan khusus yang harus terpenuhi setiap saat, namun ada baiknya mengikuti referensi yang cukup umum digunakan. Maka dari itu dalam menyusun tabel FMEA ini kami menggunakan referensi IMCA (2002) dalam penyusunannya. Tabel yang kami susun yaitu merupakan tabel FMECA (Failure Mode Effect and Criticality Analysis), yang membedakannya dengan FMEA pada umumnya yaitu terdapat bagian RPN yang merupakan Criticality Analysis, namun secara umum tabel FMECA ini juga termasuk dalam jenis tabel FMEA.

KPDSS10.JPG

Terkahir, Perhitungan nilai RPN dan Critical RPN dilakukan. Nilai RPN kritis berfungsi sebagai batas untuk menentukan failure mode mana sajakah memerlukan perhatian lebih, failure mode tersebut adalah yang RPN-nya melebihi nilai RPN kritis. Lalu, failure mode yang melewati nilai RPN kritis diurutkan berdasarkan nilai RPN dari yang tertinggi untuk menentukan urutan prioritasya.

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Tabel FMEA Dalam menentukan nilai S, O, D dari tiap failure mode digunakan tabel parameter sebagai dasarnya dan disajikan sebagai berikut.

KPDSST1.JPG

Tabel Parameter Severity


KPDSST2.JPG

Tabel Parameter Occurance


KPDSST3.JPG

Tabel Parameter Detection


Berdasarkan tabel tersebut, besarnya resiko dari tiap failure mode dapat dikuantifikasi dan dilengkap menjadi sebuah tabel Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) sebagai berikut

KPDSST4.JPG

Tabel FMEA Turbin Gas A


KPDSST5.JPG

Tabel FMEA Turbin Gas B


Dalam tabel tersebut perlu diperhatikan bahwa total failure mode bukanlah merupakan jumlah dari total kejadian, namun jumlah total dari failure mode yang ada dalam tabel FMEA ini. Alasan mengapa jumlah kejadian dimasukkan ke dalam tabel ini yaitu untuk memudahkan proses penentuan nilai Occurrence yang menggunakan jumlah failure per sekian ratus kejadian. Disamping itu tabel FMEA turbin A dan turbin B dipisah karena, walaupun masih jenis turbin yang sama namun dengan pemakaian dan siklus yang berbeda akan menghasilkan karakteristik yang berbeda juga sehingga diputuskan untuk membedakan tabel antara turbin A dan turbin B.


5.2 Perhitungan Critical RPN

5.2.1 Critical RPN Turbin Gas A

 Critical RPN A=  3030/18
 Critical RPN A = 168,33


5.2.2 Critical RPN Turbin Gas B

 Critical RPN B=  2159/13
 Critical RPN B = 166,08


5.3 Penentuan Focused Risk Berdasarkan RPN

Penentuan focused risk dilakukan berdasarkan nilai RPN dan RPN kritis, failure mode yang memiliki nilai RPN melewati RPN kritis merupakan yang perlu diprioritaskan, berikutnya focused risk diurutkan berdasarkan nilai RPN tertinggi. Semakin tinggi RPN maka semakin tinggi prioritasnya juga. Berikut tabel focused risk dari turbin gas A dan B PT.Dian Swastika Sentosa TBK.

KPDSST6.JPG

Tabel Focused Risk Turbin Gas A


KPDSST7.JPG

Tabel Focused Risk Turbin Gas B

BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan Berdasarkan risk assessment dengan menggunakan metode FMEA dapat terlihat di tabel x dapat disimpulkan bahwa :

  1. Failure Mode yang paling memerlukan perhatian utama untuk tangani pada kedua turbin gas adalah pressure drop pada subsistem Variable Geometry Stator (VGS) Blades and Inlet Guide Vanes Actuating System.
  2. Karakteristik focused risk antara turbin gas A dan turbin gas B berbeda, hal ini disebabkan karena pada dasarnya tiap sistem memiliki kecenderungan failure modenya sendiri dan bisa berbeda walaupun merupakan satu jenis turbin gas yang sama.
  3. Subsistem yang memerlukan perhatian lebih karena memiliki nilai RPN lebih dibanding niliai RPN kritis adalah
    1. Turbin Gas A: Variable Geometry Stator (VGS) Blades and Inlet Guide Vanes Actuating System, Turbine Rotor Assembly, Combustion System, dan Turbine Pressure Casing.
    2. Turbin Gas B: Variable Geometry Stator (VGS) Blades and Inlet Guide Vanes Actuating System, Combustion System, dan Gas Throttle Valve.


6.2 Saran

Risk analysis yang dilakukan dengan menggunakan metode FMEA merupakan bagian dari proses penerapan Reliability Centered Maintenance (RCM). Dengan semakin umumnya RCM digunakan maka penulis menyarankan agar penelitian mengenai FMEA ini dilanjutkan dengan level yang lebih detail dari salah satu subsistem yang merupakan focused risk dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Márquez, A. C. (2007). The maintenance management framework: models and methods for complex systems maintenance. Springer Science & Business Media.
  2. Ford Motor Company. (1988). Potential failure mode and effect analysis (FMEA) reference manual.
  3. International Marine Contractors Association (IMCA).2002. “Guidance in Failure Modes & Effect Analyses (FMEAs)”
  4. Moubray, J. (2001). Reliability-centered maintenance. Industrial Press Inc
  5. International Marine Contractors Association (IMCA).2002. “Guidance in Failure Modes & Effect Analyses (FMEAs)”
  6. Afefy, Islam. 2010. Reliability-Centered Maintenance Methodology and Application. Engineering, Vol. 2 No. 11, 2010, pp. 863-873

LAMPIRAN

Tabel Rekam Data Harian Turbin Gas A

KPDSSL1.JPG


Tabel Rekam Data Harian Turbin Gas B

KPDSSL2.JPG


Presentasi Sidang Kerja Praktek PT. Dian Swastatika Sentosa Tbk. Unit Tangerang

Slide1 PT.DSS.JPG

Slide2 PT. DSS.JPG

Slide3 PT. DSS.JPG

Slide4 PT. DSS.JPG

Slide5 PT. DSS.JPG

Slide6 PT. DSS.JPG

Slide7 PT. DSS.JPG

Slide8 PT. DSS.JPG

Slide9 PT.DSS.JPG

Slide10 PT. DSS.JPG

Slide11 PT. DSS.JPG

Slide12 PT. DSS.JPG

Slide13 PT. DSS.JPG

Slide14 PT. DSS.JPG

Slide15 PT. DSS.JPG

Slide16 PT. DSS.JPG

Slide17 PT. DSS.JPG

Slide18 PT. DSS.JPG

Slide19 PT. DSS.JPG

Slide20 PT. DSS.JPG

Slide21 PT. DSS.JPG

Slide22 PT. DSS.JPG

Slide23 PT. DSS.JPG

Slide24 PT. DSS.JPG

Slide25 PT. DSS.JPG

Slide26 PT. DSS.JPG