Desain Apartemen dengan Konsep Zero Energy Building by Titin Nuryawati

From ccitonlinewiki
Revision as of 09:05, 29 April 2019 by Ti2n nuryawati (talk | contribs)
Jump to: navigation, search

A. Zero Energy Building (ZEB)

Eco Design atau yang juga sering disebut sebagai Green Design adalah sebuah gerakan berkelanjutan yang bertujuan menciptakan perancangan arsitektur, dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian material serta teknologi yang ramah lingkungan, serta penggunaan energi dan sumber daya yang efektif dan efisien.

Konsep Zero Energy Building (ZEB) adalah suatu upaya yang lebih progresif dalam mengurangi pemborosan dalam pemakaian energi tak terbarukan dan emisi gas rumah kaca. Konsep Zero Energy Building merupakan pemahaman tentang bangunan yang secara keseluruhan (net) tidak mengonsumsi energi yang bersumber dari listrik negara (PLN) maupun bahan bakar fosil. Dengan kata lain, ZEB merupakan konsepsi bangunan yang dapat mencukupi kebutuhan energinya sendiri dari sumber energi terbarukan, seperti matahari, angin, air, bahan bakar nabati, biomassa, dan biogas.

Meskipun demikian, mengingat beberapa sumber energi terbarukan, seperti energi matahari dan angin, seringkali tergantung pada kondisi cuaca yang kadang kala tidak mendukung, konsepsi ZEB masih membuka kemungkinan penggunaan energi fosil pada saat tertentu. Pada saat lain bangunan harus mampu memproduksi energi terbarukan secara berlebih untuk mengimbangi kekurangan energi pada waktu lain. Konsepsi ZEB lebih mengarah pada total energi yang dikonsumsi bangunan, antara defisit energi (energi yang dikonsumsi dari PLN dan generator minyak), dan surplus energi (energi yang dihasilkan perangkat pembangkit energi di bangunan: sel surya, baling-baling, dan biogas). Secara keseluruhan konsumsi energi bangunan harus nol atau bahkan surplus (menghasilkan energi lebih dari yang dikonsumsi).

Dalam makalah ini akan difokuskan pada desain bangunan apartemen dengan mengambil konsep ZEB tapi masih menggunakan energi listrik PLN. Optimasi penggunaan energi akan dilakukan dengan substitusi energi terbarukan sehingga penggunaan energi listrik dapat diminimalkan. Kriteria prasyarat desain bangunan ZEB yang dibahas, adalah:

1. Efisiensi energi dan konservasi

2. Konservasi air

3. Sumber dan siklus material

4. Kesehatan dan kenyamanan ruang dalam


B. Desain Apartemen dengan Konsep ZEB

Kriteria desain apartemen dengan Konsep ZEB sesuai dengan Greenship GBCI adalah:

1. Kelayakan (Eligibility)

a) Minimum luas gedung adalah 2500 m2

b) Fungsi gedung sesuai dengan RTRW

c) Memiliki rencana UKL dan UPL

d) Memenuhi standar ketahanan gempa

e) Memenuhi standar keselamatan terhadap kebakaran

f) Memenuhi standar aksesibilitas sandang yang cacat

g) Informasi data bangunan yang dapat diakses.

2. Kriteria Desain

a) Efisiensi energi dan konservasi

b) Konservasi air

c) Sumber dan siklus material

d) Kesehatan dan kenyamanan ruang dalam


C. Deskripsi Bangunan

1. Lokasi : Depok, Jawa Barat

  Suhu harian	: 24 – 32 oC (Min – Max)
  RH	: 76%
  Curah hujan	: 200 – 400 mm/bulan
  Angin	: 8.2 km/jam

2. Luas lahan : 1500 m2 = 25 x 60 m

3. Luas bangunan : 3780 m2 = 14 x 45 m

4. Jumlah lantai : 6

5. Dimensi kamar : 5 x 6 m, tinggi 3 m

6. Jumlah kamar : 94 kamar


D. Kriteria Prasyarat Desain Bangunan berdasarkan Greenship New Building Versi 1.1

1. Efisiensi Energi dan Konservasi

a) Kontrol Penggunaan Listrik (Electrical Sub Metering)

Menghitung konsumsi listrik pada setiap kelompok beban meliputi:

1) Sistem tata udara (kWh)

2) Sistem tata cahaya dan kotak kontak (kWh)

3) Sistem beban lainnya


Bertujuan untuk mengontrol penggunaan air sehingga menjadi dasar penerapan manajemen energi yang lebih baik

b) Kalkulasi Total Kalor (OTTV Calculation)

Menghitung OTTV berdasarkan SNI 03-6389-2000 tentang konservasi energi selubung bangunan untuk mendorong sosialisasi arti selubung bangunan gedung yang baik untuk penghematan energi

c)Pengukuran Efisiensi Energi (Energy Efficiency Measure)

Bertujuan untuk mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikasi langkah-langkah efisiensi energi.

Opsi 1, yaitu energy modelling software. Menghitung konsumsi energi di gedung (selisih antara designed dan baseline).

Opsi 2, yaitu worksheet standar GBCI. Menghitung konsumsi energi di gedung (selisih antara designed dan baseline).

Opsi 3, yaitu penghematan per komponen:

1) Building Envelope (OTTV)

2) Non-Natural Lighting

3) Vertical Transportation

4) COP (Air Conditioning)

d)Pencahayaan Alami (Natural Lighting)

Mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal untuk mengurangi konsumsi energi. Minimal 30% luas lantai mendapatkan pencahayaan alami dengan indeks minimal 300 lux

e) Ventilasi (Ventillation)

Penggunaan ventilasi yang efisien di area public untuk mengurangi konsumsi energi. Tidak mengkondisikan (no AC) di ruang WC, tangga, koridor, lobi lift. Pada area-area tersebut diharapkan menggunakan ventilasi alami ataupun mekanik.

f)Dampak Terhadap Perubahan Iklim (Climate Change Impact)

Memahami bahwa penggunaan energi yang berlebihan akan berdampak pada perubahan iklim. Tolak ukurnya adalah perhitungan pengurangan emisi CO2 dengan menggunakan grid emission factor (konversi antara CO2 dan energi listrik)

g) Penggunaan Sumber Energi Terbarukan (On Site Renewable Energi) (Bonus)

Mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang bersumber dari dalam lokasi tapak bangunan.


2. Konservasi air

a) Kontrol Penggunaan Air (Water Metering)

Tujuannya mengontrol penggunaan air dalam rangka penerapan manajemen air yang lebih baik. Tolok ukur dan desainnya adalah adanya meteran air (volume meter) sebagai berikut:

1) Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah,

2) Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang

3) Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi

b) Kalkulasi Penggunaan Air (Water Calculation)

Tujuannya untuk meningkatkan hemat pada penggunaan air bersih agar mengurangi beban konsumsi air bersih dan mengurangi keluaran air limbah. Tolok ukurnya adalah konsumsi air bersih maksimum 80% dari sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per orang sesuai SNI 03-7065-2005.

c) Penggunaan Water Fixtures

Tujuannya meningkatkan penghematan air bersih dengan water fixture efisiensi tinggi. Tolok ukur dan desainnya adalah sebagai berikut:

1) Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air, sejumlah minimal 25% dari total pengadaan produk water fixture,

2) Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air, sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk water fixture.

3) Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air, sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk water fixture.

d) Pengolahan Air (Water Recycling)

Tujuannya menyediakan air dari sumber daur ulang yang bersumber dari limbah gedung untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama. Tolok ukurnya adalah adanya instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, dan irigasi. Perancangan bangunan meliputi:

1) Pemilihan lokasi lahan untuk modul instalasi pengolah air limbah (IPAL) sesuai dengan sistem dan teknologi pengolahan yang akan digunakan.

2) Perancangan IPAL termasuk sistem mekanikal dan elektrikal pada IPAL dan distribusi air daur ulang.

3) Kemudahan pemeliharaan dan pembuangan lumpur dari IPAL.

e) Penggunaan Sumber Air Alternatif (Alternative Water Resource)

Tujuannya untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama. Tolok ukurnya adalah adanya penggunaan sumber air alternatif dari air kondensasi AC, air bekas wudhu, air hujan; atau menggunakan teknologi untuk memanfaatkan air laut/air danau/air sungai sebagai air bersih untuk sanitasi atau kebutuhan lainnya. Perancangan bangunan meliputi:

1) Perancangan lokasi AC, sistem plumbing penyaluran air kondensasi AC, bak pengumpul dan integrasi dengan sistem instalasi air bersih sesuai pemanfaatan.

2) Perancangan sistem plumbing/drainase, bak penyaring, bak pengumpul termasuk sistem distribusinya sesuai pemanfaatan.

3) Perancangan talang air hujan, pipa penyalur, bak penyaring sampah/debu, bak pengumpul atau kolam dan sistem distribusinya sesuai pemanfaatannya.

4) Penyiapan lokasi lahan, perancangan bangunan dan sistem mekanikal elektrikal untuk modul instalasi pengolah air bersih sesuai dengan sistem dan teknologi pengolahan yang akan digunakan serta sistem distribusinya.

5) Pemanfaatan sumber air alternatif harus tetap memperhatikan efisiensi energi listrik.

f) Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting)

Tujuannya adalah meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari tanah dan PDAM, untuk kebutuhan irigasi, lansekap dan kebutuhan lainnya. Tolok ukurnya adalah adanya tempat penyimpanan air hujan dengan kapasitas 50%, atau 75% atau 100% dari jumlah air hujan yang jatuh di atap sesuai kondisi curah hujan tahunan setempat menurut BMKG. Perancangan bangunan, meliputi:

1) Perancangan lokasi, perhitungan curah hujan tahunan dan penyesuaian kapasitas tempat penyimpanan air hujan atau groundtank.

2) Perancangan talang, pipa penyalur air hujan, penyaring debu/daun, overflow ke peresapan/ kolam dan tidak dibuang ke drainase kota.

3) Perancangan sistem mekanikal elektrikal sesuai penggunaan air hujan. Air hujan yang dipanen dapat dimanfaatkan langsung untuk kebutuhan air pemadam kebakaran, flushing, irigasi dan lansekap atau diolah menjadi air minum.

g)Efisiensi Air untuk Lansekap (Water Efficiency Landscaping)

Tujuannya meminimalkan penggunaan air bersih dari sumber air tanah dan PDAM untuk kebutuhan irigasi lansekap dan menggantinya dengan sumber lain. Tolok ukurnya adalah seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM; dan menerapkan teknologi yang inovatif untuk irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Perancangan bangunan, meliputi:

1) Penggunaan air olahan (water recycling), sumber air alternatif, pemanenan air hujan

2) Perancangan jaringan pipa irigasi lansekap dengan pengaliran air yang diatur oleh sensor yang dapat mengatur waktu penyiraman dan debit air.


3. Sumber dan Siklus Material

Green construction bisa direncanakan sejak awal dengan cara memilih dan menggunakan material-material sustainable dan ramah lingkungan. Pada prinsipnya setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari pengambilan bahan baku di tempat asal dan berakhir di tempat pembuangan. Dalam konsep membangun proyek hijau, siklus hidup material tidak boleh berakhir di tempat pembuangan begitu saja, namun material tersebut sedapat mungkin dimanfaatkan kembali dengan cara digunakan kembali (reuse), diolah kembali (recycling), dan apabila memang tidak dapat untuk kedua hal tersebut di atas maka harus dibuang dengan cara yang ramah lingkungan (Sudiartha et al. 2015).

Dari enam kategori penilaian pada Greenship yang pelu mendapat perhatian lebih dan berkaitan dengan proses konstruksi adalah kategori material resources and cycle (MRC) karena berdasarkan data World Green building Council, di seluruh dunia, bangunan menggunakan 25% produk kayu, dan 40-50% penggunaan bahan mentah untuk pembangunan dan pengoperasiannya (Abduh dan Fauzi 2012).

Kriteria dalam kategori sumber dan siklus material menurut GBCI 2013 :

a) Refrigeran Fundamental (Fundamental Refrigerant)

Mencegah pemakaian bahan dengan potensi merusak ozon yang tinggi, yaitu Tidak menggunakan chloro fluoro-carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran.

b) Penggunaan kembali material dari gedung (Building and Material Reuse)

Menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir serta memper-panjang usia pemakaian suatu bahan material.

c) Material Ramah Lingkungan (Environmentally Friendly Material)

Mengurangi jejak ekologi dari proses ekstraksi bahan mentah dan proses produksi material. Yaitu dengan menggunakan material yang memiliki sertifikat sistem manajemen lingkungan pada proses produksinya, menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang, atau menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya terbaharukan.

d) Penggunaan Refrigeran tanpa ODP (Non ODS Usage)

Menggunakan bahan yang tidak memiliki potensi merusak ozon. Yaitu dengan tidak menggunakan bahan perusak ozon (BPO) pada seluruh sistem pendingin bangunan.

e) Kayu Bersertifikat (Certified Wood)

Menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya untuk melindungi kelestarian hutan. Yaitu dengan menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu, atau bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC)

f) Material Prafabrikasi (Prefab Material)

Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi sampah konstruksi. Yaitu dengan menggunakan material modular atau prafabrikasi.

g) Material Regional (Regional Material)

Mengurangi jejak karbon dari moda transportasi untuk distribusi dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Yaitu dengan menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan pabrikasinya berada dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek atau masih berada dalam wilayah Republik Indonesia.

Material dalam green construction mengurangi efek samping terhadap lingkungan, selain itu juga membuat efisiensi berkelanjutan struktur serta mengurangi konten pencemaran lingkungan dan emisi gas rumah kaca seperti penipisan sumberdaya, polusi tanah dan lain-lain. Oleh sebab itu dorongan untuk menggunakan bahan ramah lingkungan diperlukan untuk hidup yang lebih baik (Gupta 2013).


4. Kesehatan dan Kenyamanan Ruang Dalam

a) Introduksi Udara Luar (Outdoor Air Introduction)

Tujuannya adalah meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dengan introduksi udara luar sesuai kebutuhan laju udara untuk kesehatan penggguna gedung. Tolok ukurnya adalah desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai dengan Standar ASHRAE 62.1-2007 atau terbaru, atau SNI 03-6572-2001 tentang Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. Perancangan ruangan meliputi

1) Pendataan kondisi udara luar, arah angin lokal, suhu udara, polutan dan kebisingan.

2) Perhitungan kebutuhan laju udara berdasarkan fungsi kegiatan dalam ruangan sesuai SNI 03-6572-2001.

3) Perancangan arah bukaan, besar bukaan, pemanfaatan peralatan ventilasi mekanis.

4) Pemanfaatan vegetasi softscape, kolam air untuk mendukung terciptanya udara bersih dan nyaman.

b) Monitoring CO2 (Monitoring CO2)

Tujuannya untuk memantau konsentrasi CO2 dalam mengatur masukan udara segar dan menjaga kesehatan pengguna bangunan. Tolok ukur dan desainnya adalah adanya instalasi sensor gas CO2 pada ruangan dengan kepadatan tinggi (< 2,3 m² per orang), yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga konsentrasi CO2 di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm, sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grille atau return air duct.

c) Pemasangan Tanda Dilarang Merokok (Environmental Tobacco Smoke Control)

Tujuannya untuk memelihara kesehatan pengguna gedung dan mengurangi tereksposnya para pengguna gedung dan permukaan material interior dari pencemaran asap rokok. Tolok ukur dan desainnya adalah:

1) Pemasangan tanda “Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung” dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok di dalam gedung.

2) Apabila tersedia, bangunan/area merokok di luar gedung, minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake, dan bukaan jendela.

d) Polusi Kimia (Chemical Pollutants)

Tujuannya untuk mengurangi polusi udara ruang dari emisi material bengunan yang dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan pengguna gedung dan pekerja konstruksi. Tolok ukur dan desainnya adalah:

1) Penggunaan cat dan coating harus dari bahan yang kadar volatile organic compounds (VOCs) rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia;

2) Penggunaan produk kayu komposit/ agrifiber/laminating adhesive harus dari produk yang memiliki kadar emisi formal dehida rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia;

e) Pandangan Keluar (Outside View)

Tujuannya adalah mengurangi kelelahan mata dengan memberikan pemandangan jarak jauh dan menyediakan koneksi visual ke luar gedung. Tolok ukuran adalah minimal 75% dari net lettable area ( N L A ) menghadap langsung ke pemandangan luar yang dibatasi bukaan transparan bila ditarik suatu garis lurus. Perancangan bangunan meliputi:

1) Penggunaan kaca/bidang transparan/struktur transparan untuk mendapatkan pandangan keluar yang sebesar- besarnya.

2) Perancangan partisi ruangan yang masih meungkinkan setiap ruangan memiliki pandangan keluar.

3) Perancangan elemen desain dan warna interior harus menghindari kontras tinggi yang mengakibatkan kesilauan .

f) Kenyamanan Penglihatan (Visual Comfort)

Tujuannya untuk mencegah terjadinya gangguan visual akibat tingkat pencahayaan yang tidak sesuai dengan daya akomodasi mata. Tolok ukurnya adalah terpenuhinya tingkat pencahayaan (iluminansi) ruangan sesuai SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Perancangan bangunan meliputi:

1) Perancangan interior, sistem pencahayaan, jenis lampu dan armaturnya, jumlah dan perletakan titik lampu.

2) Perancangan otomatisasi lampu dengan lux sensor untuk efisiensi energi jika digunakan pencahayaan alami.

g) Kenyamanan Termal (Thermal Comfort)

Tujuannya adalah menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban udara ruangan yang dikondisikan tetap stabil untuk meningkatkan produktivitas pengguna gedung. Tolok ukur dan desainnya adalah ditetapkannya pengkondisian sebagai berikut:

1) Penggunaan lampu, harus dari produk yang kandungan merkurinya pada toleransi maksimum yang disetujui GBC Indonesia.

2) Free asbestos; tidak menggunakan material yang mengandung serat asbes.

3) Udara untuk kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25°C dan kelembaban relatif 60%.

h) Tingkat Akustik (Acoustic Level)

Tujuannya untuk menjaga tingkat kebisingan di dalam ruangan pada tingkat yang optimal. Tolok ukurnya adalah tingkat kebisingan pada 90% dari nett lettable area (NLA) tidak lebih dari atau sesuai dengan SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (kriteria desain yang direkomendasikan). Perancangan bangunan meliputi:

1) Pendataan tingkat kebisingan dalam gedung akibat kebisingan dari luar, dari peralatan/ mesin yang digunakan.

2) Perancangan selubung bangunan, zonasi ruangan, arah bukaan, penggunaan bahan, insulasi, konstruksi peredam getaran mesin, akustik ruangan.

3) Pemanfaatan vegetasi softscape sebagai buffer zone kebisingan.